Ceritaku Dengan Ganu (Part 3)
Suara bell pulang sekolah berbunyi, lebih cepat dari biasanya. Teman sekelas sangat gembira bahkan mereka merencanakan kumpul di Cafe. Aku, sudah tentu tak diajak. Aku terkenal bagaikan artis, mereka mengira akulah yang membuat kakak tewas karena cemburu. Takut aku racun kali mereka.
Apa lagi yang bisa dilakukan anak perempuan sepertiku, selain masak dan dandan. Ya, aku tak suka dandan. Aku masakan makanan buat ayah. Mengantarkan langsung ke perusahaannya.
Di balik pintu kantor, ku dengar perbincangan ayah dengan asistennya, "Saham perusahaan anda terus menurun semenjak kematian putra anda, para investor ragu masa depan perusahaan akan baik di tangan putri anda satu-satunya. Ditambah isu putri anda yang lesbian karena teman dekatnya, Lesi tergabung di LGBT!"
Kalimat itu sudah cukup membuatku sakit hati, jika ku teruskan mendengarnya mungkin hatiku bakalan hancur! Saat ku ingin pergi suara ayah terdengar, "Apa saranmu?" Dilanjutkan suara asistennya, "Anda harus jodohkan putri anda dengan seorang pemuda. Meski putri anda lesbian tapi dengan pasangannya yang lawan jenis investor akan mengira putri anda normal."
Sempatku berpikir tak masalah jika aku jadi lesbian, tapi hal itu berubah saat aku mendengar jawaban ayah, "Aku percaya putriku sangat menyayangiku dan tidak akan membuatku kecewa dengan menjadi lesbian. Oleh karena itu, aku tidak akan ikut campur dengan kehidupan pribadinya apalagi yang menyangkut perasaannya."
Di sini aku mulai mengerti keluarga adalah yang paling mengerti kita. Walaupun satu-satunya keluargaku adalah ayah.
Keesokan harinya di sekolah, aku buat rencana lagi. Akan mendekati laki-laki yang senyum pertama kali kepadaku dan menjadikannya pacar.
Saat mengambil makanan di kantin seorang pemuda tampan dan gagah tersenyum padaku, "Sayur wortelnya udah habis, sepertinya punyamu yang terakhir. Boleh aku minta punyamu."
Saat ingin duduk, aku melihat pemuda yang tadi senyum padaku duduk sendiri. Aku takan lewatkan kesempatan ini. Dari kejauhan teman-temannya hampir datang. Aku segera dengan kecepatan tinggi menyeruduk mejanya. Membuat temannya yang tinggal sedikit lagi duduk terpental jauh. Hingga membuatnya menegurku, "Kamu tidak apa-apa?"
Sambil terengah-engah aku paksakan bicara, "Iya, aku tak apa. Boleh kita berkenalan!"
Aku tidak tahu apa wajahnya menunjukan jijik atau heran padaku, "Aku Ganu!" Jawabnya singkat.
Tanpa basa basi aku keluarkan kertas, "Tipe cewe yang kamu suka apa Ganu?"
Melihat Ganu mau pergi, aku menariknya hingga duduk kembali.
Kali ini aku tahu dia menjawab pertanyaanku terpaksa dan tergesa-gesa, "Ada lagi gak... Aku mau ke WC nih!"
Keesokan harinya aku tampil seperti gadis yang disukai Ganu, dengan rambut lurus panjang sebelumnya ikal dan memakai sweater panjang. Tapi apa yang ku dapatkan, ekpresi datar Ganu. Membuatku harus jitak kepala Ganu, untuk mendapatkan ekspresinya yang ku inginkan. Ya, ekspresi terkejutnya. Entah terkejut karena penampilanku atau karena ku jitak tiba-tiba.
"Kamu suka aku sekarang?" Tanyaku pada Ganu.
"Ya, aku suka kamu!" Jawabnya lagi-lagi singkat.
"Ok, berhubung kamu suka aku dan aku juga suka kamu sekarang kita pacaran!" Takut dia direbut gadis lain karena matanya yang jelalatan aku langsung sampaikan tujuanku saat kesempatan seperti ini tiba.
Namun apa jawabnya, "Apa?" Aku jitak lagi kepalanya, "Bukan Apa tapi Iya!" Kali ini jawabnya tidak singkat lagi, "Iya-iya terus maumu apa sekarang?"
Ini yang ku tunggu, "Aha, bentar aku periksa catatanku. Kamu tinggal di mana?"
Saat di rumah aku mengajak ayah ke Cafe tempat Ganu tinggal sekaligus bekerja, "Ayah, aku mau mengajakmu bertemu dengan pacarku, apa ayah mau?"
Aku melihat wajah bahagia ayah lagi, "Tentu, pacarmu harus bertemu ayah!"
Aku tercengang, saat melihat Ganu bergandengan tangan dengan sesama jenisnya. Ingin rasanya ku labrak, "Kenapa kamu selingkuh dariku?" Tapi mengingat aku sekarang bersama ayah, daripada aku bikin malu ayah, "Kita ke Cafe biasa saja ayah, pacarku lagi kerja. Jadi, dia tidak bisa bertemu kita saat ini. Mungkin lain kali!"
Kesalnya bukan main, bukan karena selingkuhannya lebih cantik dari aku tapi dia lebih tampan dari pacarku sendiri.
Inilah akhir ceritaku dengan Ganu. Aku tidak ingin menyapanya lagi apalagi dia boro-boro nyapa, lihat aku aja kabur.
(Bersambung)
Apa lagi yang bisa dilakukan anak perempuan sepertiku, selain masak dan dandan. Ya, aku tak suka dandan. Aku masakan makanan buat ayah. Mengantarkan langsung ke perusahaannya.
Di balik pintu kantor, ku dengar perbincangan ayah dengan asistennya, "Saham perusahaan anda terus menurun semenjak kematian putra anda, para investor ragu masa depan perusahaan akan baik di tangan putri anda satu-satunya. Ditambah isu putri anda yang lesbian karena teman dekatnya, Lesi tergabung di LGBT!"
Kalimat itu sudah cukup membuatku sakit hati, jika ku teruskan mendengarnya mungkin hatiku bakalan hancur! Saat ku ingin pergi suara ayah terdengar, "Apa saranmu?" Dilanjutkan suara asistennya, "Anda harus jodohkan putri anda dengan seorang pemuda. Meski putri anda lesbian tapi dengan pasangannya yang lawan jenis investor akan mengira putri anda normal."
Sempatku berpikir tak masalah jika aku jadi lesbian, tapi hal itu berubah saat aku mendengar jawaban ayah, "Aku percaya putriku sangat menyayangiku dan tidak akan membuatku kecewa dengan menjadi lesbian. Oleh karena itu, aku tidak akan ikut campur dengan kehidupan pribadinya apalagi yang menyangkut perasaannya."
Di sini aku mulai mengerti keluarga adalah yang paling mengerti kita. Walaupun satu-satunya keluargaku adalah ayah.
Keesokan harinya di sekolah, aku buat rencana lagi. Akan mendekati laki-laki yang senyum pertama kali kepadaku dan menjadikannya pacar.
Saat mengambil makanan di kantin seorang pemuda tampan dan gagah tersenyum padaku, "Sayur wortelnya udah habis, sepertinya punyamu yang terakhir. Boleh aku minta punyamu."
Saat ingin duduk, aku melihat pemuda yang tadi senyum padaku duduk sendiri. Aku takan lewatkan kesempatan ini. Dari kejauhan teman-temannya hampir datang. Aku segera dengan kecepatan tinggi menyeruduk mejanya. Membuat temannya yang tinggal sedikit lagi duduk terpental jauh. Hingga membuatnya menegurku, "Kamu tidak apa-apa?"
Sambil terengah-engah aku paksakan bicara, "Iya, aku tak apa. Boleh kita berkenalan!"
Aku tidak tahu apa wajahnya menunjukan jijik atau heran padaku, "Aku Ganu!" Jawabnya singkat.
Tanpa basa basi aku keluarkan kertas, "Tipe cewe yang kamu suka apa Ganu?"
Melihat Ganu mau pergi, aku menariknya hingga duduk kembali.
Kali ini aku tahu dia menjawab pertanyaanku terpaksa dan tergesa-gesa, "Ada lagi gak... Aku mau ke WC nih!"
Keesokan harinya aku tampil seperti gadis yang disukai Ganu, dengan rambut lurus panjang sebelumnya ikal dan memakai sweater panjang. Tapi apa yang ku dapatkan, ekpresi datar Ganu. Membuatku harus jitak kepala Ganu, untuk mendapatkan ekspresinya yang ku inginkan. Ya, ekspresi terkejutnya. Entah terkejut karena penampilanku atau karena ku jitak tiba-tiba.
"Kamu suka aku sekarang?" Tanyaku pada Ganu.
"Ya, aku suka kamu!" Jawabnya lagi-lagi singkat.
"Ok, berhubung kamu suka aku dan aku juga suka kamu sekarang kita pacaran!" Takut dia direbut gadis lain karena matanya yang jelalatan aku langsung sampaikan tujuanku saat kesempatan seperti ini tiba.
Namun apa jawabnya, "Apa?" Aku jitak lagi kepalanya, "Bukan Apa tapi Iya!" Kali ini jawabnya tidak singkat lagi, "Iya-iya terus maumu apa sekarang?"
Ini yang ku tunggu, "Aha, bentar aku periksa catatanku. Kamu tinggal di mana?"
Saat di rumah aku mengajak ayah ke Cafe tempat Ganu tinggal sekaligus bekerja, "Ayah, aku mau mengajakmu bertemu dengan pacarku, apa ayah mau?"
Aku melihat wajah bahagia ayah lagi, "Tentu, pacarmu harus bertemu ayah!"
Aku tercengang, saat melihat Ganu bergandengan tangan dengan sesama jenisnya. Ingin rasanya ku labrak, "Kenapa kamu selingkuh dariku?" Tapi mengingat aku sekarang bersama ayah, daripada aku bikin malu ayah, "Kita ke Cafe biasa saja ayah, pacarku lagi kerja. Jadi, dia tidak bisa bertemu kita saat ini. Mungkin lain kali!"
Kesalnya bukan main, bukan karena selingkuhannya lebih cantik dari aku tapi dia lebih tampan dari pacarku sendiri.
Inilah akhir ceritaku dengan Ganu. Aku tidak ingin menyapanya lagi apalagi dia boro-boro nyapa, lihat aku aja kabur.
(Bersambung)
Posting Komentar
Posting Komentar