Ceritaku Dengan Tara (Part 5)
Aku tersadar, yang ku tatap pertama kali langit putih. Apa ini kamarku? Ada sesok pria dan itu bukan ayahku. Apa itu suamiku? Masa iya diusiaku yang baru 16 tahun ini ku sudah menikah. Oh, ternyata bukan setelah ku melihat Stetoskop di leher pria tersebut, "Dok, di mana ayahku?"
"Semenjak kamu di bawa ke rumah sakit ini, ayahmu cuma datang sekali mengurus biaya pengobatanmu." Jawaban dokter membuatku terdiam.
"Mungkin, ayahmu lupa alamat rumah sakit ini!" Canda dokter sambil tertawa lalu terdiam saat melihat wajah sedihku.
"Dia mungkin, punya alasan nona!" Sambung dokter.
"Alasannya pasti pekerjaan. Itu lebih penting dibandingan putrinya yang hanya bisa menghabiskan uangnya untuk biaya pengobatan ini. Aku jadi iri dengan pekerjaan ayah yang selalu mendapatkan perhatiannya!" Balasku sekaligus curhat.
"Pekerjaan tidak punya ayah, tapi nona punya ayah." Candanya bikin aku sedikit terhibur.
"Dok, boleh tanya..." Sambungku.
"Namaku, Tara. Melihat keadaanmu sekarang yang mulai baikan. 3 hari lagi sudah bisa ke luar!" Jawab si dokter lengkap tanpa tahu pertanyaanku apa.
2 hari menjelang mau pulang. Tara masuk kamarku begitu saja, "Ada apa dok, mau lihat tubuhku?" Tanyaku kesal karena sedang ganti baju.
"Maaf. Kalau kamu butuh hiburan, bisa nyalakan TV?" Jawabnya kemudian langsung ke luar.
"Yang bisa membuatku terhibur hanya kehadiran ayahku!" Keluhku sambil menyalakan TV.
Sepertinya keinginanku dikabulkan, aku melihat ayah di berita TV.
"Aku akan usut sampai tuntas pelaku yang menyakiti anakku. Anakku wanita dan punya pacar lelaki bernama Bedo. Terus ada lelaki yang mengaku pacar aslinya Bedo dan menuduh anakku selingkuh, bahkan sampai memukul. Apa itu gak aneh. Jika sesama wanita mungkin cuma jambak rambut, tapi ini laki-laki sama wanita. Tidak seimbang. Aku akan tuntut organisasi yang mendukung keanehan ini!" Ku langsung mematikan TV setelah mendengar penjelasan ayah dengan awak media.
Tara kemudian masuk lagi, "Mengetahui sendiri bahwa ayahmu sangat memperhatikan dirimu pasti itu sangat menyenangkan!" Yang dia katakan kena sekali dihatiku.
1 hari menjelang pulang, Tara memberikan bunga kepadaku. Ini pertama kalinya ada laki-laki yang memberikanku bunga.
Akhirnya ku pulang ke rumah. Aku menyimpan bunga pemberian Tara. Aku selalu memikirkannya. Sepertinya aku sedang jatuh cinta. Aku ingin temui Tara. Tapi tiba-tiba ayah tidak mengizinkan.
Aku sakit hati. Selama berhari-hari aku mengurung diri di kamar bersama bunga pemberian Tara. Akhirnya ayahku mau mengabulkan keinginanku. Saat ku buka pintu kamar, bukan Tara yang ku lihat, "Apa kesetiaan ayah untuk ibu sudah memudar?"
"Kesetiaan ayah hingga mati untuk ibumu..." Ku potong pembicaraan ayah, "Bohong. Terus siapa wanita di samping ayah?"
Ayah menatap benci kepada wanita itu ,"Dialah Tara!" Membuatku terkejut dan tidak ingat apa-apa lagi setelah itu.
Saat ku sadar, ku berada di ruangan putih yang terdapat tulisan besar. Ku membacanya, "Sejak Ada LGBT Aku TAK Laku Lagi" Aku semakin takut saat melihat ruangan itu penuh dengan tulisan yang sama. "Ayah!" kata pertama yang ku ucapkan saat melihat ayah masuk ke kamarku. Terlihat ayah meneteskan air mata, "Akhirnya kau sembuh!"
"Ada apa ayah? Kenapa kamu menangis? Kenapa tulisan ini memenuhi kamarku? Siapa menulisnya? Apa itu LGBT?" Banyak pertanyaan yang ku ajukan untuk menghilangkan kebingunganku ini.
Ayah memelukku, "Ayah sempat kehilanganmu. Dokter jiwa bilang kau Gila. Kamu selalu memegang bunga itu hingga menghitam! dan memenuhi kamarmu dengan tulisan ini! Kamu sering teriak menyalahkan LGBT karena ada dikehidupanmu sehingga membuatmu tidak dicintai laki-laki normal!. Ayah lakukan segala cara agar kau sembuh dengan mendatangkan dokter jiwa setiap saat."
Ayah menatapku sedih, aku kembali bertanya,"Siapa itu, mereka yang ayah sebut LGBT!"
Ayah memperlihatkan buku catatanku, "Ayah membaca semua ceritamu di sini. Kalau Lesi ayah tahu dia Lesbi. Ayah baru tahu tentang Ganu yang Gay dan kamu sempat memperkenalkan Bedo ke ayah yang sebenarnya dia Biseksual. Lalu Tara yang membuatmu jatuh cinta sekaligus kecewa saat mengetahui dia Transgender!"
"Jadi LGBT itu, Lesi, Ganu, Bedo dan Tara!" Tanyaku meyakinkan.
"Mereka itu mempunyai kelainan tidak jauh beda dengan kelainan kejiwaanmu. Seharusnya mereka bisa sembuh sepertimu. Tapi justru ada organisasi yang mendukung penyakit mereka." Perkataan ayah membuatku tertawa. Kami pun tertawa bersama.
(Tamat)
"Semenjak kamu di bawa ke rumah sakit ini, ayahmu cuma datang sekali mengurus biaya pengobatanmu." Jawaban dokter membuatku terdiam.
"Mungkin, ayahmu lupa alamat rumah sakit ini!" Canda dokter sambil tertawa lalu terdiam saat melihat wajah sedihku.
"Dia mungkin, punya alasan nona!" Sambung dokter.
"Alasannya pasti pekerjaan. Itu lebih penting dibandingan putrinya yang hanya bisa menghabiskan uangnya untuk biaya pengobatan ini. Aku jadi iri dengan pekerjaan ayah yang selalu mendapatkan perhatiannya!" Balasku sekaligus curhat.
"Pekerjaan tidak punya ayah, tapi nona punya ayah." Candanya bikin aku sedikit terhibur.
"Dok, boleh tanya..." Sambungku.
"Namaku, Tara. Melihat keadaanmu sekarang yang mulai baikan. 3 hari lagi sudah bisa ke luar!" Jawab si dokter lengkap tanpa tahu pertanyaanku apa.
2 hari menjelang mau pulang. Tara masuk kamarku begitu saja, "Ada apa dok, mau lihat tubuhku?" Tanyaku kesal karena sedang ganti baju.
"Maaf. Kalau kamu butuh hiburan, bisa nyalakan TV?" Jawabnya kemudian langsung ke luar.
"Yang bisa membuatku terhibur hanya kehadiran ayahku!" Keluhku sambil menyalakan TV.
Sepertinya keinginanku dikabulkan, aku melihat ayah di berita TV.
"Aku akan usut sampai tuntas pelaku yang menyakiti anakku. Anakku wanita dan punya pacar lelaki bernama Bedo. Terus ada lelaki yang mengaku pacar aslinya Bedo dan menuduh anakku selingkuh, bahkan sampai memukul. Apa itu gak aneh. Jika sesama wanita mungkin cuma jambak rambut, tapi ini laki-laki sama wanita. Tidak seimbang. Aku akan tuntut organisasi yang mendukung keanehan ini!" Ku langsung mematikan TV setelah mendengar penjelasan ayah dengan awak media.
Tara kemudian masuk lagi, "Mengetahui sendiri bahwa ayahmu sangat memperhatikan dirimu pasti itu sangat menyenangkan!" Yang dia katakan kena sekali dihatiku.
1 hari menjelang pulang, Tara memberikan bunga kepadaku. Ini pertama kalinya ada laki-laki yang memberikanku bunga.
Akhirnya ku pulang ke rumah. Aku menyimpan bunga pemberian Tara. Aku selalu memikirkannya. Sepertinya aku sedang jatuh cinta. Aku ingin temui Tara. Tapi tiba-tiba ayah tidak mengizinkan.
Aku sakit hati. Selama berhari-hari aku mengurung diri di kamar bersama bunga pemberian Tara. Akhirnya ayahku mau mengabulkan keinginanku. Saat ku buka pintu kamar, bukan Tara yang ku lihat, "Apa kesetiaan ayah untuk ibu sudah memudar?"
"Kesetiaan ayah hingga mati untuk ibumu..." Ku potong pembicaraan ayah, "Bohong. Terus siapa wanita di samping ayah?"
Ayah menatap benci kepada wanita itu ,"Dialah Tara!" Membuatku terkejut dan tidak ingat apa-apa lagi setelah itu.
Saat ku sadar, ku berada di ruangan putih yang terdapat tulisan besar. Ku membacanya, "Sejak Ada LGBT Aku TAK Laku Lagi" Aku semakin takut saat melihat ruangan itu penuh dengan tulisan yang sama. "Ayah!" kata pertama yang ku ucapkan saat melihat ayah masuk ke kamarku. Terlihat ayah meneteskan air mata, "Akhirnya kau sembuh!"
"Ada apa ayah? Kenapa kamu menangis? Kenapa tulisan ini memenuhi kamarku? Siapa menulisnya? Apa itu LGBT?" Banyak pertanyaan yang ku ajukan untuk menghilangkan kebingunganku ini.
Ayah memelukku, "Ayah sempat kehilanganmu. Dokter jiwa bilang kau Gila. Kamu selalu memegang bunga itu hingga menghitam! dan memenuhi kamarmu dengan tulisan ini! Kamu sering teriak menyalahkan LGBT karena ada dikehidupanmu sehingga membuatmu tidak dicintai laki-laki normal!. Ayah lakukan segala cara agar kau sembuh dengan mendatangkan dokter jiwa setiap saat."
Ayah menatapku sedih, aku kembali bertanya,"Siapa itu, mereka yang ayah sebut LGBT!"
Ayah memperlihatkan buku catatanku, "Ayah membaca semua ceritamu di sini. Kalau Lesi ayah tahu dia Lesbi. Ayah baru tahu tentang Ganu yang Gay dan kamu sempat memperkenalkan Bedo ke ayah yang sebenarnya dia Biseksual. Lalu Tara yang membuatmu jatuh cinta sekaligus kecewa saat mengetahui dia Transgender!"
"Jadi LGBT itu, Lesi, Ganu, Bedo dan Tara!" Tanyaku meyakinkan.
"Mereka itu mempunyai kelainan tidak jauh beda dengan kelainan kejiwaanmu. Seharusnya mereka bisa sembuh sepertimu. Tapi justru ada organisasi yang mendukung penyakit mereka." Perkataan ayah membuatku tertawa. Kami pun tertawa bersama.
(Tamat)
Posting Komentar
Posting Komentar