Cerpen Indonesia

Kumpulan Cerita Pendek dan Bersambung Yang Menarik Berbahasa Indonesia

Iklan Atas Artikel

Hubungan Darah Bukan Sedarah (Part 26)

Author
Published Sabtu, Juli 07, 2018
Hubungan Darah Bukan Sedarah (Part 26)
Inda mengikuti alamat yang dikirim lewat pesan oleh nomor misterius itu. Sampailah Inda di rumah sederhana tapi mewah. Pagar yang tidak terkunci seakan memerintahkan Inda agar langsung masuk. Saat Inda di muka rumah, Aliya dokter yang pernah merawatnya dulu di rumah sakit, sudah menunggu.

Inda dengan perasaan cemas campur senang bertanya, "Aga belum datang?"
Aliya menjawabnya, "Dari tadi aku bersama Aga di dalam."
Inda benar-benar kaget. Air matanya menetes, perasaannya benar-benar hancur. Inda mengira, Aliya cuma pamer telah berhasil mendapatkan Aga.
Ketika Inda berlari pergi. Aliya berteriak, "Aga akan kehabisan darah!"
Seketika langkah Inda terhenti. Dia bebalik dan segera masuk.

Terlihat Aga yang pingsan dengan kepalanya berlumuran darah. Tubuh Inda seketika lemas.

Sambil menyiapkan transfusi darah, Aliya berkata, "Tidak perlu khawatir. Aku sudah menghentikan pendarahannya. Sekarang dia butuh darahmu."

Setelah proses transfusi darah selesai. Inda dan Aliya duduk di antara Aga.
Inda masih dalam keadaan batin tertekan, "Terimakasih sudah selamatkan Aga."
Aliya menjawab, "Kamu yang selamatkan dia."
Inda hanya bisa tersenyum.
Kemudian Aliya kembali bicara, "Aga tidak mau bilang siapa yang menjahit lukanya dengan cara sembarangan seperti itu. Jika dia bilang siapa orangnya, aku pasti tidak memaafkannya." Ucap Aliya kesal.
Seketika Inda terperangah membuat senyumannya sirna. Di dalam hati, dia merasa bersalah. Tidak mengikuti kuliah dengan rajin, sehingga kemampuannya menjahit luka amat buruk.

Inda tahu dia harus belajar lagi, agar dapat merawat Aga dengan baik. Dia lalu menelpon Rin, "Ada kuliah hari ini?"
Rin menjawabnya dengan jutek, "Ngapain kamu mikirin kuliah. Kamu udah mau DO."
Inda benar-benar cemas, "Aku gak mau DO. Tolong kamu usahain."
Rin membalasnya, "Ok aku usahain. Tapi kamu harus ada dikampus secepatnya." Kemudian telpon ditutup.

Keinginan Inda tidak mau mengulangi kesalahannya dalam merawat Aga. Membuat dia bertekad memaksakan pasti bisa sampai ke kampus dengan cepat walaupun hanya berlari.

Saat Inda ingin bangun. Tiba-tiba tangan Aga memegang dengan kuat tangan Inda. Membuat Inda kaget, apalagi mata Aga masih terpejam. Inda mencoba melepaskannya, tapi tidak bisa, "Aga, aku harus pergi. Ini juga demi kamu."
Ucapan Inda justru membuat cekraman Aga semakin erat.

(Bersambung)

Posting Komentar