Identitas Diri Sebenarnya (Part 36)
Aga berdiri di depan Inda yang duduk tersungkur, "Dulu namaku Ken. Aku menggantinya menjadi Aga karena suatu alasan."
Inda yang mengira Aga kerasukan, segera berdiri dan memukul dada Aga, "Berhenti menakutiku! Kamu tidak berubah dari dulu."
Aga menahan kedua tangan Inda. Membuat Inda cemas, "Apa yang ingin kamu lakukan, Aga?"
Aga mendorong Inda hingga jatuh ke kasur.
Inda yang cemas langsung menutup wajahnya, "Jangan Aga!"
.
Tidak terdengar suara Aga, Inda segera membuka mata, dan Aga sudah tidak ada. Segera Inda berlari menuju keluar pintu, "Aga?"
Teriakan Inda membuat Aga berhenti, "Sebenarnya aku ingin menikmatimu. Hanya saja saat ini aku sangat sibuk?"
Inda terdiam kaget, kemudian memberanikan bicara, "Jadi karena kamu terlalu sibuk sehingga melupakan untuk makan hingga kelaparan dan pingsan."
Aga menutupi setengah wajahnya dengan tangan kanannya karena malu tadi pingsan di hadapan Inda, "Orang tua angkatku tidak memberi makan semenjak aku menganggur. Jadi wajar jika aku pingsan."
Mendengar itu, Inda terkejut, "Bukannya aku mengantar makanan untukmu saat itu."
Aga melangkah pergi, "Mereka yang mengambilnya!"
Inda segera mengunci pintu dan menaruhnya di pot bunga samping pintu. Lalu langsung mengejar Aga. Dia kemudian berjalan di samping Aga dengan napas terengah-engah. Aga menyapanya, "Kamu meletakan kunci di tempat biasa? Aku sudah mengetahuinya. Gantilah!"
Inda yang capek, menarik baju Aga agar berhenti, "Aku sudah tahu semenjak datang, rumahku tidak terkunci. Kamu yang membukanya karena tahu letak kunciku. Selama yang tahu itu kamu. Aku tidak masalah..."
Aga tersenyum lalu melihat kearah Inda dan memperhatikan tubuhnya, "Kamu sudah mengganti pakaian kotormu?"
Inda menjawabnya, "Saat kamu pingsan. Aku menggantinya. Biar saat kamu ajak jalan. Aku gak malu-maluin."
Aga melepaskan tangan Inda dari bajunya, "Aku mau jalan bersama Aliya. Kamu tidak perlu ikut."
Seketika mental Inda turun. Dia terdiam sambil memegangi dadanya yang sakit. Melihat itu Aga kembali berjalan. Tapi tiba-tiba Inda berteriak, "Jika kamu mengajak Aliya memandangi kuburan kosong, dia tidak akan tertarik!"
Aga berhenti dan menoleh ke arah Inda, "Saat itu aku divonis gagal ginjal dan aku siap untuk mati. Jadi aku menggali kuburan untukku sendiri karena orang tua angkatku juga tidak berupaya agar aku tetap hidup. Di kuburan itulah aku bertemu orang yang memberikan aku kesempatan hidup lebih lama."
Penjelasan Aga lagi-lagi membuat Inda terdiam. Kemudian Aga melanjutkan jalan.
Inda hanya menatap Aga yang pergi, dan tertunduk lesu mengira orang yang dimaksud Aga adalah Aliya, lalu mengeluh, "Dia meninggalkanku sendiri di sini. Sepertinya aku memang tidak berjodoh dengan Aga."
Tiba-tiba terdengar suara Aga kembali, "Aku akan mengajakmu ke suatu tempat. Apa kamu mau?"
Inda benar-benar kaget, Aga tidak jadi meninggalkannya pergi. Seakan benar jodohnya adalah Aga. Inda menjawabnya senang, "Tentu. Kemanapun kamu mengajakku. Aku pasti mau!"
Inda menjawabnya dengan wajah dingin, "Aku akan mengajakmu melihat kematian!"
Dengan gemetar Inda bicara, "Ka...kamu i...ingin mem...bunuhku?"
(Bersambung)
Inda yang mengira Aga kerasukan, segera berdiri dan memukul dada Aga, "Berhenti menakutiku! Kamu tidak berubah dari dulu."
Aga menahan kedua tangan Inda. Membuat Inda cemas, "Apa yang ingin kamu lakukan, Aga?"
Aga mendorong Inda hingga jatuh ke kasur.
Inda yang cemas langsung menutup wajahnya, "Jangan Aga!"
.
Tidak terdengar suara Aga, Inda segera membuka mata, dan Aga sudah tidak ada. Segera Inda berlari menuju keluar pintu, "Aga?"
Teriakan Inda membuat Aga berhenti, "Sebenarnya aku ingin menikmatimu. Hanya saja saat ini aku sangat sibuk?"
Inda terdiam kaget, kemudian memberanikan bicara, "Jadi karena kamu terlalu sibuk sehingga melupakan untuk makan hingga kelaparan dan pingsan."
Aga menutupi setengah wajahnya dengan tangan kanannya karena malu tadi pingsan di hadapan Inda, "Orang tua angkatku tidak memberi makan semenjak aku menganggur. Jadi wajar jika aku pingsan."
Mendengar itu, Inda terkejut, "Bukannya aku mengantar makanan untukmu saat itu."
Aga melangkah pergi, "Mereka yang mengambilnya!"
Inda segera mengunci pintu dan menaruhnya di pot bunga samping pintu. Lalu langsung mengejar Aga. Dia kemudian berjalan di samping Aga dengan napas terengah-engah. Aga menyapanya, "Kamu meletakan kunci di tempat biasa? Aku sudah mengetahuinya. Gantilah!"
Inda yang capek, menarik baju Aga agar berhenti, "Aku sudah tahu semenjak datang, rumahku tidak terkunci. Kamu yang membukanya karena tahu letak kunciku. Selama yang tahu itu kamu. Aku tidak masalah..."
Aga tersenyum lalu melihat kearah Inda dan memperhatikan tubuhnya, "Kamu sudah mengganti pakaian kotormu?"
Inda menjawabnya, "Saat kamu pingsan. Aku menggantinya. Biar saat kamu ajak jalan. Aku gak malu-maluin."
Aga melepaskan tangan Inda dari bajunya, "Aku mau jalan bersama Aliya. Kamu tidak perlu ikut."
Seketika mental Inda turun. Dia terdiam sambil memegangi dadanya yang sakit. Melihat itu Aga kembali berjalan. Tapi tiba-tiba Inda berteriak, "Jika kamu mengajak Aliya memandangi kuburan kosong, dia tidak akan tertarik!"
Aga berhenti dan menoleh ke arah Inda, "Saat itu aku divonis gagal ginjal dan aku siap untuk mati. Jadi aku menggali kuburan untukku sendiri karena orang tua angkatku juga tidak berupaya agar aku tetap hidup. Di kuburan itulah aku bertemu orang yang memberikan aku kesempatan hidup lebih lama."
Penjelasan Aga lagi-lagi membuat Inda terdiam. Kemudian Aga melanjutkan jalan.
Inda hanya menatap Aga yang pergi, dan tertunduk lesu mengira orang yang dimaksud Aga adalah Aliya, lalu mengeluh, "Dia meninggalkanku sendiri di sini. Sepertinya aku memang tidak berjodoh dengan Aga."
Tiba-tiba terdengar suara Aga kembali, "Aku akan mengajakmu ke suatu tempat. Apa kamu mau?"
Inda benar-benar kaget, Aga tidak jadi meninggalkannya pergi. Seakan benar jodohnya adalah Aga. Inda menjawabnya senang, "Tentu. Kemanapun kamu mengajakku. Aku pasti mau!"
Inda menjawabnya dengan wajah dingin, "Aku akan mengajakmu melihat kematian!"
Dengan gemetar Inda bicara, "Ka...kamu i...ingin mem...bunuhku?"
(Bersambung)
Posting Komentar
Posting Komentar