Cerpen Indonesia

Kumpulan Cerita Pendek dan Bersambung Yang Menarik Berbahasa Indonesia

Iklan Atas Artikel

Ke Sekolah Seram Dimalam Hari (Part 4)

Author
Published Senin, Juli 02, 2018
Ke Sekolah Seram Dimalam Hari (Part 4)
Memberikan payung dibalik Senja untuk melindungiku. Apa itu kak Enja? pikirku dalam benak.
Aku menerima SMS dari kak Enja, Dia memintaku menunggu untuk dijemput selama dia mencari payung.
Aku SMS dia balik, aku yang akan jemput karena aku punya payung.

Setibanya di sekolah kak Enja, dia berkomentar, "Kamu pasti senang dilahirkan menjadi gadis cantik, banyak laki-laki yang menolong saat kamu kesulitan."
Antara suka dan tidak suka, "Berhentilah menggodaku kak. Aku sudah banyak mendapatkannya di sekolah." Balasku membuat kak Enja berhenti tersenyum.

Di rumah kami disambut oleh ibu yang ingin menjemput. Ibu juga menanyakan payung yang ku bawa. Malah kak Enja yang jawab, "Pemuja rahasia Enli yang berikan payungnya, bu!"

Sore berlalu dengan cepat berkat full day. Saat malam aku masuk ke kamar kak Enja mau bicara tapi malah aku yang dibentak.
"Kenapa masuk kamarku, kalau ibu tahu. Kita bisa dimarahin."
Dengan gemetar aku jawab, "Pintu kakak terbuka, dan dari tadi kakak gak keluar kamar. Aku mau minta tolong kak!"
Kakak menarik tanganku dan membawaku ke teras lantai dua.

"Bicaralah?" Ucap kakak masih galak membuatku takut.
"Silahkan, Enli!" Ucap kakak lagi agak ramah setelah melihatku terdiam.
"Kakak mau temenin aku malam ini ke sekolah buat pasang kamera di kelas..." Sebelum kakak tanya alasannya, aku langsung jawab.
"...Aku mau rekam aktifitas mistis di kelas kak."
Kakak setuju. Kami pamit ke ibu dengan alasan ngerjakan tugas sekolah.

Sampai di sekolah kak Enja berkomentar sesuai yang kupikirkan.
"Pantas saja banyak kejadian mistis di sekolahmu. Selain seram juga tidak ada penjaganya."
Aku membuka kunci pagar. Setiap ketua kelas diberikan kunci itu. Kemudian menunjukan di mana kelasku ke kakak.

''Ahhh..." Teriakku melihat bayangan lewat dari kejauhan di lorong kelas.
Aku memeluk kak Enja dengan erat.
"Jangan menjerit begitu Enli, bikin aku gugup aja." Ucap kak Enja.
"Ada orang melintas di ujung lorong. Warnanya hitam kak!" Balasku.
"Mungkin itu nyamuk terbang melintang di matamu." Balas kak Enja sambil masuk ke dalam kelas.

Aku berlindung di belakang kak Enja yang sedang memasang kamera di tempat tersembunyi.
"Kamu sudah besar, masih penakut. Ayo kita pulang." Ucap kak Enja.

Saat kami keluar pagar sekolah. Tiba-tiba polisi patroli menciduk kami.
"Apa yang kalian lakukan berduaan di sekolah kosong ini?"
"Ngerjakan tugas sekolah." Jawabku.
"Kalian masih muda, sudah melakukan hal tidak terpuji. Ayo ikut kami ke kantor." Ucapan polisi bikin aku tercengang.
"Kami kakak beradik, pak!" Jelas kak Enja.
"Tunjukan kartu identitas kalian." Tanya pak polisi tegas.
Kami menunjukan kartu pelajar kami.

"Tuh kan kalian pasangan kekasih, kalian sama-sama kelas satu SMA. Cuma beda sekolah." Ucap pak polisi. Kami tidak bisa mengelak, memang di kartu pelajar kami tidak ada tanggal lahir seperti di KTP orang dewasa. Untuk menyatakan kami kembar.

Kami dibawa ke kantor polisi. Di sana aku menangis cemas, takut dan malu.
"Berhentilah menangis. Kamu membuat keadaan semakin buruk." Bentak kak Enja.
"Hamil ataupun tidak, pacarmu itu. Kamu harus bertanggung jawab." Bentak balik pak polisi.
Pak polisi yang terus mengira aku gadis tidak baik, membuatku meneteskan air mata semakin deras.
Sampai akhirnya ibu datang dan menunjukan kartu keluarga, baru kami diperbolehkan pulang.

Dalam perjalanan ke rumah aku bilang ke ibu, "Maafkan kami bu, telah mengecewakan ibu."
"Seharusnya ibu dan ayah yang meminta maaf, telah membuat kehidupan kalian seperti ini." Balas ibu, bikin aku kesal, dan diwakilkan oleh kak Enja.
"Ibu tidak salah. Kami yang salah." Ucap kak Enja.
"Ibu yang memaksa ayahmu, untuk memberikan keturunan. Jikapun yang harus disalahkan. Itu ibu." Ucap ibu.
"Ayah yang salah, meninggalkan kita terlalu cepat." Balasku emosi mendengar ibu terus menyalahkan dirinya.
Ibu menamparku. Sepertinya ibu masih sangat sayang dengan ayah. Aku menerimanya tanpa membenci ibu.

Di rumah aku cukup terbantu dengan kelainan yang diturunkan ayah. Aku tidak membutuhkan tidur, meskipun ada saatnya tubuh ini lelah dan harus tidur, itu cuma sebentar. Jadi aku mudah mengawasi kelasku dari jauh.

Sampai subuh tiba, tidak ada tanda-tanda hal aneh terjadi. Bangku masih dalam posisi normal tidak berantakan seperti kemaren. Aku pergi ke sekolah pagi-pagi sekali sebelum pak satpam datang.

Aku rebahan di bangku panjang kantin sambil menatap layar HP mengawasi kelas. Akhirnya aku dapat yang ku tunggu. Ternyata pak satpam yang membuat bangku di kelas berantakan. Saat aku berdiri ingin menuju kelas. Aku dikejutkan dengan kehadiran siswa di dekatku yang tidak kusadari.
"Ngapain kamu?" Tanyaku.
"Kok udahan rebahannya. Aku belum selesai menikmati pemandangan indah." Balasnya bikin aku malu.
Aku mengabaikannya dan terus menuju kelas.

Di depan kelas, pak satpam itu hampir menabrakku.
"Ngapain bapak ke sini?" Tanyaku berharap dia mengakui kesalahannya.
"Katanya di kelas ini berantakan. Jadi bapak ingin memantaunya. Ternyata benar. Kamu ketua kelasnyakan. Cepat bereskan." Ucap pak satpam itu justru memerintahku.

Aku sudah memberikan kesempatan, tapi pak satpam itu tidak menggunakannya. Dia pikir aku tidak punya bukti. Aku segera melaporkannya ke kepala sekolah dengan menunjukan rekaman yang ku miliki.
"Bapak, akan pecat dia. Kamu bisa pergi." Ucap Kepsek marah besar.
"Pak, mungkin beliau ada yang suruh." Balasku.
"Ini urusan orang dewasa, kamu tidak usah ikut campur." Tidak salah jika Kepsek dijulukin monster.
Aku kembali bicara, "Mengenai bangku berantakan..."
Belum sempat aku selesai bicara minta tolong orang dewasa pak Kepsek langsung potong, "Itu urusan kamu dan teman-temanmu."

Saat sampai depan kelas, aku kasih perintah ke teman sekelasku.
"Kata pak Kepsek, kalian disuruh rapi'in bangku di kelas."
"Maaf ketua, aku belum sarapan di rumah. Mau makan dulu di kantin." Ucap satu siswa, yang pergi ke kantin malah semuanya.

Aku tunggu depan kelas, mereka tidak datang-datang hingga jam pelajaran mau mulai. Aku terpaksa kembali rapi'in bangku di kelas seorang diri.

Buna yang kemarin menolongku tidak hadir. Membuatku menyelesaikannya seorang diri. Sampai aku keringatan hingga baju seragamku basah.

Aku benar-benar cemas bakalan jadi bulan-bulan para siswa menjadikanku tontonannya. Segeraku pergi ke halaman sekolah untuk berjemur berharap seragamku cepat kering. Yang tidak diharapkan datang. Siswa menghadapku sambil membawa kabar buruk.
"Ketua, kamu dipanggil wali kelas. Katanya mau bilang alasan si mantan pak satpam jahat itu bikin kelas kita berantakan kayak kapal pecah."

Aku menghadap lubang buaya, maksudku wali kelas dengan keadaan cemas dan gugup pake banget.

Sambil menutupi bagian dadaku dengan tangan. Aku duduk di hadapannya.
"Di depan yang lebih tua darimu, bersikaplah dengan sopan. Turunkan tanganmu." Perintah pak wali kelas menyadari seragamku basah.
Aku menurunkan tanganku perlahan dengan gemetar. Tatapan pak wali kelas seakan menyapu tubuhku dari atas hingga ke bawah dengan nafsunya.

Tiba-tiba aku merasakan sosok dibelakangku. Auranya membuatku merinding dan pak wali kelas juga terlihat amat terkejut.

(Bersambung)

Posting Komentar