Kehidupanku Dulu dan Kini (Part 1)
Inilah kisah hidupku. Suatu hari saat kami sekeluarga berada di pusat pembelanjaan. Ada pakaian yang membuatku tertarik, "Ayah, belikan aku ini ya!" Ayahku yang jalan bersama kakak lelakiku bilang, "Pakaianmu kan masih bagus!" Walaupun aku kecewa aku tetap menghormati ayahku, "Iya ayah!"
Berjalan bersama ibu di belakang ayah dan kakak membuatku mendengar semuanya. Aku bisa dengar saat ayah bicara, "Rendi, kamu mau beli apa, bilang saja ke ayah!"
Begitulah ayahku yang amat menyayangi kakak daripada aku. Baginya, anak lelaki itu bisa segala hal dan suatu saat nanti akan menjadi penerus perusahaannya. Tidak seperti aku, anak perempuan yang bisa sewaktu-waktu menjadi aib bagi keluarga. Apa aku kesal, sama sekali tidak. Karena aku tahu diri, dan percaya yang dikatakan ayahku benar adanya.
Suatu ketika saat terburuk dalam hidup kami terjadi. Sebuah jembatan yang kami lalui ambruk setelah diresmikan 13 hari yang lalu. Jembatan hasil korupsi itu dengan kejamnya merebut kebahagianku dan ayah. Ibu dan kakakku tewas dalam kecelakaan itu.
Satu tahun berlalu. Ayah yang membenci kota kelahirannya sekarang tinggal di kota asing tentunya bersama denganku, satu-satunya keturunannya yang tersisa.
Di kota itu ayah selalu menyempatkan diri untuk bisa berduaan denganku. Sekali sehari, atau sekali seminggu bahkan cuma sekali dalam sebulan. Kesetian ayah terhadap pekerjaan dan almahum ibu membuatnya lebih memilih menduda. Baginya pekerjaan adalah impiannya bagiku tak pernah mengecewakan ayah adalah impianku.
(Bersambung)
Berjalan bersama ibu di belakang ayah dan kakak membuatku mendengar semuanya. Aku bisa dengar saat ayah bicara, "Rendi, kamu mau beli apa, bilang saja ke ayah!"
Begitulah ayahku yang amat menyayangi kakak daripada aku. Baginya, anak lelaki itu bisa segala hal dan suatu saat nanti akan menjadi penerus perusahaannya. Tidak seperti aku, anak perempuan yang bisa sewaktu-waktu menjadi aib bagi keluarga. Apa aku kesal, sama sekali tidak. Karena aku tahu diri, dan percaya yang dikatakan ayahku benar adanya.
Suatu ketika saat terburuk dalam hidup kami terjadi. Sebuah jembatan yang kami lalui ambruk setelah diresmikan 13 hari yang lalu. Jembatan hasil korupsi itu dengan kejamnya merebut kebahagianku dan ayah. Ibu dan kakakku tewas dalam kecelakaan itu.
Satu tahun berlalu. Ayah yang membenci kota kelahirannya sekarang tinggal di kota asing tentunya bersama denganku, satu-satunya keturunannya yang tersisa.
Di kota itu ayah selalu menyempatkan diri untuk bisa berduaan denganku. Sekali sehari, atau sekali seminggu bahkan cuma sekali dalam sebulan. Kesetian ayah terhadap pekerjaan dan almahum ibu membuatnya lebih memilih menduda. Baginya pekerjaan adalah impiannya bagiku tak pernah mengecewakan ayah adalah impianku.
(Bersambung)
Posting Komentar
Posting Komentar