Kejadian Di Dalam Gudang (Part 1)
"Menjaulah, Enli dari Dia."
Siapa yang melarangku bersama kekasihku Fajer, saat kami berdua'an di tebing taman indah ini menikmati matahari terbit . Aku menoleh ke asal suara. Terlihat seorang pemuda yang seusia denganku.
"Siapa kamu. Bagaimana kamu tahu namaku?" Teriakku.
Dia mendekati kami, "Aku Sanja!"
Seketika aku marah, "Jangan seenaknya memakai nama ayahku." Tapi sekilas dia terlihat seperti ayah yang ditunjukan ibu melalui foto dulu.
Jlebbb. Tangan dia menembus perut Fajer. Darah segar mengalir. Aku teriak histeris, "AAH..."
"Fajer sudah tiada. Dia yang sekarang tidaklah nyata." Ucapnya kemudian mendekatiku. Melangkahi Fajer yang tergeletak tak berdaya.
Aku mundur. Badanku gemetar. Langkahku terhenti saat di belakangku ada jurang yang dalam.
"Jangan mendekat. Jika kamu benar ayahku. Kamu tidak ingin aku terluka kan." Ucapku membujuk dia.
Aneh, dia tidak melakukan apa-apa. Tapi kenapa tiba-tiba leherku terasa sakit.
Saat perhatianku teralih.
"Ayah tidak ingin kamu terluka." Ucapnya kemudian mendorongku ke dalam jurang yang tinggi.
"AAAAA..."
Aku masuk ke dasar jurang yang gelap. Tapi entah kenapa seketika terang. Terlihat di depanku sekelompok burung Gagak, "Gakkk Gakkk Gakkk..." Mereka berkicau sambil terbang berhamburan.
Lalu terdengar suara laki-laki.
"Berhenti berteriak!"
Aku terdiam lalu menoleh. Ada pria yang tidak ku kenal di sampingku.
Aku bingung. Kenapa aku ada di dalam mobil. Jadi burung-burung Gagak itu menghindar dari mobil ini yang mengarah ke mereka.
Terasa sakit! Aku memegang leherku, bertapa kagetnya aku ada darah meski tidak mengalir deras, kulit leherku seperti mengelupas.
"Ada apa denganku?" Tanyaku pada pria di sampingku sambil memegangi tangannya yang lagi menyetir.
Brakkk. Aku di dorong hingga kepalaku terbentur kaca mobil.
Pandanganku mulai kabur, "Ibu... Kak Enja... Kalian di mana?" Ucapku sambil meneteskan air mata.
Saat aku sadar dan membuka mata. Aku digendong pria itu di bahunya. Wajahku menghadap bagian belakang tubuhnya, aku berontak, "Lepaskan aku!" Sambil memukul kedua pundaknya sekeras mungkin.
Buk buk buk.
Dia membuka pintu rumah dan melemparku ke lantai.
Brukkk.
Aku kesakitan, "Aduh!"
Lalu dia menyeret kakiku dengan kasar, "Aku tidak tahu bagaimana kamu bisa sembuh dari Gila. Tapi itu sudah terlambat."
Aku ketakutan, "Tolong..." Teriakku sekencang-kencangnya.
Dia membawaku masuk ke sebuah gudang.
"Percuma kamu teriak. Rumahku jauh dari pemukiman."
Aku menangis, "Om, jangan sakiti aku."
Tiba-tiba ada gadis kecil yang masih mengenakan seragam SMP, masuk, "Ayah! Di luar ada sesuatu yang menakutkan." Ucapnya gemetar .
Seketika Gudang yang terang karena cahaya yang masuk lewat jendela kecil menjadi gelap. Seakan-akan jendela ditutupi sosok hitam besar.
Aku merinding!
(Bersambung)
Siapa yang melarangku bersama kekasihku Fajer, saat kami berdua'an di tebing taman indah ini menikmati matahari terbit . Aku menoleh ke asal suara. Terlihat seorang pemuda yang seusia denganku.
"Siapa kamu. Bagaimana kamu tahu namaku?" Teriakku.
Dia mendekati kami, "Aku Sanja!"
Seketika aku marah, "Jangan seenaknya memakai nama ayahku." Tapi sekilas dia terlihat seperti ayah yang ditunjukan ibu melalui foto dulu.
Jlebbb. Tangan dia menembus perut Fajer. Darah segar mengalir. Aku teriak histeris, "AAH..."
"Fajer sudah tiada. Dia yang sekarang tidaklah nyata." Ucapnya kemudian mendekatiku. Melangkahi Fajer yang tergeletak tak berdaya.
Aku mundur. Badanku gemetar. Langkahku terhenti saat di belakangku ada jurang yang dalam.
"Jangan mendekat. Jika kamu benar ayahku. Kamu tidak ingin aku terluka kan." Ucapku membujuk dia.
Aneh, dia tidak melakukan apa-apa. Tapi kenapa tiba-tiba leherku terasa sakit.
Saat perhatianku teralih.
"Ayah tidak ingin kamu terluka." Ucapnya kemudian mendorongku ke dalam jurang yang tinggi.
"AAAAA..."
Aku masuk ke dasar jurang yang gelap. Tapi entah kenapa seketika terang. Terlihat di depanku sekelompok burung Gagak, "Gakkk Gakkk Gakkk..." Mereka berkicau sambil terbang berhamburan.
Lalu terdengar suara laki-laki.
"Berhenti berteriak!"
Aku terdiam lalu menoleh. Ada pria yang tidak ku kenal di sampingku.
Aku bingung. Kenapa aku ada di dalam mobil. Jadi burung-burung Gagak itu menghindar dari mobil ini yang mengarah ke mereka.
Terasa sakit! Aku memegang leherku, bertapa kagetnya aku ada darah meski tidak mengalir deras, kulit leherku seperti mengelupas.
"Ada apa denganku?" Tanyaku pada pria di sampingku sambil memegangi tangannya yang lagi menyetir.
Brakkk. Aku di dorong hingga kepalaku terbentur kaca mobil.
Pandanganku mulai kabur, "Ibu... Kak Enja... Kalian di mana?" Ucapku sambil meneteskan air mata.
Saat aku sadar dan membuka mata. Aku digendong pria itu di bahunya. Wajahku menghadap bagian belakang tubuhnya, aku berontak, "Lepaskan aku!" Sambil memukul kedua pundaknya sekeras mungkin.
Buk buk buk.
Dia membuka pintu rumah dan melemparku ke lantai.
Brukkk.
Aku kesakitan, "Aduh!"
Lalu dia menyeret kakiku dengan kasar, "Aku tidak tahu bagaimana kamu bisa sembuh dari Gila. Tapi itu sudah terlambat."
Aku ketakutan, "Tolong..." Teriakku sekencang-kencangnya.
Dia membawaku masuk ke sebuah gudang.
"Percuma kamu teriak. Rumahku jauh dari pemukiman."
Aku menangis, "Om, jangan sakiti aku."
Tiba-tiba ada gadis kecil yang masih mengenakan seragam SMP, masuk, "Ayah! Di luar ada sesuatu yang menakutkan." Ucapnya gemetar .
Seketika Gudang yang terang karena cahaya yang masuk lewat jendela kecil menjadi gelap. Seakan-akan jendela ditutupi sosok hitam besar.
Aku merinding!
(Bersambung)
Posting Komentar
Posting Komentar