Kesedihan Yang Terobati Romantis (Part 2)
"Aduh!" Ucapku ketika tangan kananku diinjak.
Seorang siswi berdiri di hadapan menghalangi cahaya mentari sehingga tampak gelap.
"Maaf aku tidak sengaja!" Ucap siswi itu.
Kemaren saat pertama kali pelajaran dimulai, guru mengabsen dan aku menghapal nama dan mengingat wajah mereka saat itu. Sehingga aku tahu dia siapa. Aku berharap jika aku mengenal mereka, maka mereka mau berkenalan denganku.
Aku membalasnya dengan senyuman, "Tidak apa-apa, Dinda!"
Dia melihatku aneh, "Aku tidak memperkenalkan diri. Bagaimana bisa kamu tahu namaku!"
Aku gugup, "Anu..." Belum sempat aku menjelaskan, dia pergi menjauh.
Kemudian dari depan seorang siswa menghampiriku.
"Aku buru-buru, terpaksa menabrakmu."
Aku juga tahu namanya Hesa, jika aku menyebut namanya. Mungkin dia takut. Jadi, sambil tersenyum aku bicara, "Iya, aku yang salah."
Tanpa minta maaf, dia pergi begitu saja. Aku sudah biasa digituin saat di kelas 1 dulu, jadi tidak masalah. Sepertinya dia benar-benar lagi buru-buru.
Karena jam pelajaran belum mulai. Aku duduk menyendiri di bangku panjang yang menghadap danau di belakang halaman sekolah.
Tanganku terluka dan kotor karena sepatu Dinda. Aku bermaksud ingin mencucinya di air danau. Sambil memejamkan mata takut perih, aku memasukan perlahan. Tiba-tiba ada yang menahan tanganku. Belum terasa air di ujung jariku. Tapi ada guyuran air dari atas.
Terdengar suara laki-laki.
"Lukamu bisa infeksi, jika dicuci dengan air danau yang kotor."
Aku terdiam sesaat karena takut. Kemudian aku memberanikan membuka mata. Tidak ada siapa-siapa. Tapi tanganku sudah basah sebelum menyentuh air danau. Merinding.
Saat aku melihat-lihat ke sekeliling, di sampingku duduk di atas bangku panjang, ada botol air mineral dan sapu tangan terikat di botol itu. Pasti tadi ada seseorang di sini yang memberikannya ke aku. Hanya saja aku tidak sempat melihatnya, keburu dia pergi. Sehingga aku tidak tahu dia siapa. Aku mencoba berpikir positif walaupun selama ini tidak ada yang peduli padaku.
Pemberiannya cukup membantu. Segera aku gunakan sapu tangan itu untuk menutup lukaku dengan cara mengikatnya dan menyimpan botol air ke dalam tas sebelum pergi masuk kelas.
Saat waktu istirahat pertama tiba. Ketika aku pergi dari kelas dan lewat gudang, jalur sunyi tapi cepat menuju danau. Tiba-tiba tubuhku seperti ada yang menarik masuk ke dalam gudang yang gelap. Tanganku tidak bisa bergerak. Sosok putih dengan wajah tidak jelas mendekatiku dengan tangan berbentuk capit kepiting. Badanku gemetar.
(Bersambung)
Seorang siswi berdiri di hadapan menghalangi cahaya mentari sehingga tampak gelap.
"Maaf aku tidak sengaja!" Ucap siswi itu.
Kemaren saat pertama kali pelajaran dimulai, guru mengabsen dan aku menghapal nama dan mengingat wajah mereka saat itu. Sehingga aku tahu dia siapa. Aku berharap jika aku mengenal mereka, maka mereka mau berkenalan denganku.
Aku membalasnya dengan senyuman, "Tidak apa-apa, Dinda!"
Dia melihatku aneh, "Aku tidak memperkenalkan diri. Bagaimana bisa kamu tahu namaku!"
Aku gugup, "Anu..." Belum sempat aku menjelaskan, dia pergi menjauh.
Kemudian dari depan seorang siswa menghampiriku.
"Aku buru-buru, terpaksa menabrakmu."
Aku juga tahu namanya Hesa, jika aku menyebut namanya. Mungkin dia takut. Jadi, sambil tersenyum aku bicara, "Iya, aku yang salah."
Tanpa minta maaf, dia pergi begitu saja. Aku sudah biasa digituin saat di kelas 1 dulu, jadi tidak masalah. Sepertinya dia benar-benar lagi buru-buru.
Karena jam pelajaran belum mulai. Aku duduk menyendiri di bangku panjang yang menghadap danau di belakang halaman sekolah.
Tanganku terluka dan kotor karena sepatu Dinda. Aku bermaksud ingin mencucinya di air danau. Sambil memejamkan mata takut perih, aku memasukan perlahan. Tiba-tiba ada yang menahan tanganku. Belum terasa air di ujung jariku. Tapi ada guyuran air dari atas.
Terdengar suara laki-laki.
"Lukamu bisa infeksi, jika dicuci dengan air danau yang kotor."
Aku terdiam sesaat karena takut. Kemudian aku memberanikan membuka mata. Tidak ada siapa-siapa. Tapi tanganku sudah basah sebelum menyentuh air danau. Merinding.
Saat aku melihat-lihat ke sekeliling, di sampingku duduk di atas bangku panjang, ada botol air mineral dan sapu tangan terikat di botol itu. Pasti tadi ada seseorang di sini yang memberikannya ke aku. Hanya saja aku tidak sempat melihatnya, keburu dia pergi. Sehingga aku tidak tahu dia siapa. Aku mencoba berpikir positif walaupun selama ini tidak ada yang peduli padaku.
Pemberiannya cukup membantu. Segera aku gunakan sapu tangan itu untuk menutup lukaku dengan cara mengikatnya dan menyimpan botol air ke dalam tas sebelum pergi masuk kelas.
Saat waktu istirahat pertama tiba. Ketika aku pergi dari kelas dan lewat gudang, jalur sunyi tapi cepat menuju danau. Tiba-tiba tubuhku seperti ada yang menarik masuk ke dalam gudang yang gelap. Tanganku tidak bisa bergerak. Sosok putih dengan wajah tidak jelas mendekatiku dengan tangan berbentuk capit kepiting. Badanku gemetar.
(Bersambung)
Posting Komentar
Posting Komentar