Cerpen Indonesia

Kumpulan Cerita Pendek dan Bersambung Yang Menarik Berbahasa Indonesia

Iklan Atas Artikel

Membaca Perasaan Orang (Part 37)

Author
Published Minggu, Juli 01, 2018
Membaca Perasaan Orang (Part 37)
Aku menghentikan videonya.
"Kok dijeda sih?" Protes Sintia.
''Bentar!" Ucapku sambil memperhatikan jendela.
"Ada apa?" Tanya Sintia penasaran.
"Lihat ke arah jendela. Burung Gagak itu baru datang dan bertengger di pohon." Balasku sambil mendekati jendela dan membukanya.

"Katakan pada tuanmu. Hargai privasi pasangannya." Ucapku ke arah burung Gagak itu. Kemudian burung itu terbang ke langit.
Sintia yang menyaksikan itu bertanya-tanya, "Kamu bisa bicara dengan burung?"
"Tidak, aku cuma bicara ngelantur." Jawabku sambil menutup jendela dan melapisinya dengan tirai.
"Kamu bohong. Buktinya burung itu pergi setelah mendengarkan kamu bicara?" Ucap Sintia tidak percaya.
"Kita mau lanjutin nontonnya atau enggak." Balasku mulai ketularan gaya Sanja, suka ganti topik semaunya.

Kami mulai mainkan videonya lagi. Terlihat Sanja menoleh ke kiri sebentar, kemudian bicara sambil mengendarai mobilnya, "Sepertinya nama Hana mencerminkan sifatmu, Hantu yang suka merasuki Aya." Ucap Sanja.
Kemudian dia memutar stirnya ke kiri. Sanja mencoba menghidupkan mobilnya berkali-kali tapi tidak bisa.
Sanja menoleh ke kiri lagi, "Sebelumnya aku punya teman hantu seperti kamu. Meskipun dia balas dendam demi aku dengan mempengaruhi orang untuk bunuh diri. Tetap aku tidak suka dan terpaksa mengirimnya ke akhirat."
Tiba-tiba mobil Sanja hidup sendiri.

Saat Sanja mau jalankan mobil. Kaca sampingnya ada yang mengetuk. Sanja terlihat membuka kaca samping. Siapapun itu kami tidak bisa melihat karena di luar jangkauan kamera. Sanja mematikan mobilnya seperti mempersilahkan seseorang bicara.
"Maaf, anda dilarang berhenti di sini." Ucap suara wanita.
"Mobil saya tiba-tiba mogok!" Balas Sanja.
"Tapi saya lihat tadi mobil anda hidup, Bisa lihat surat-suratnya." Sepertinya dia Polwan.
Sanja memberikan STNK Mobil dan SIMnya.
"Apa pekerjaan anda?" Tanya Polwan.
"Saya juga kerja dikepolisian." Jawab Sanja.
Polwan itu terdiam lalu bertanya, "Bisa lihat tanda keanggotaannya?"
"Saya kemaren dipecat. Kemudian dipanggil lagi. Saya cuma punya nomor telpon dari kepolisian, yang bisa dihubungi." Balas Sanja memberikan HPnya.
"Bentar ya, saya bawa HPnya dulu ke rekan saya." Balas Polwan.
"Silahkan!" Balas Sanja.

Sanja diam. Apa dia membiarkan polwan itu menjauh dulu. Kemudian terlihat bicara lagi.
"Hana, aku akan perlihatkan ke kamu sesuatu yang menarik." Sepertinya Sanja kembali bicara dengan teman hantunya dan sedang merencanakan sesuatu ke polwan itu.

Beberapa saat kemudian. Suara Polwan itu terdengar lagi.
"Maaf, saya ganggu anda bertugas!" Terlihat tangan Polwan itu memberikan STNK, SIM dan HP Sanja.
"Tidak apa, bukan tugas yang mendesak. Saya lagi lapar. Tidak tahu rumah makan di sini. Bisa anda tunjukin di mana yang terdekat. Kalau bisa sih saya minta temenin anda." Balas Sanja bikin aku tercengang.
Video di jeda Sintia.
"Sepertinya Sanja yang kamu kenal, tidak sepenuhnya baik. Dia coba selingkuh darimu dengan mendekati Polwan itu." Ucap Sintia panas-panasiku.
"Kamu jangan bikin aku tambah emosi. Belum tentu Polwan itu mau. Kita lanjut tonton saja." Balasku sambil memainkan videonya lagi.

Polwan itu menjawab dengan segera, ''Aku minta izin dulu ya!"
Sanja diam sejenak sambil melihat kaca spionnya. Lalu bicara. Seperti mempastikan Polwan itu menjauh dulu.
"Aku tidak mempengaruhinya dan tidak juga membaca pikirannya. Aku punya yang lebih baik dari itu. Aku bisa membaca perasaannya. Itu memudahkanku mendekati seseorang. Aku tahu Polwan itu menyukaiku. Aku hanya meneruskannya. Agar bisa tahu perasaannya yang lain. Seperti rasa sedih. Setelah itu..."
Sanja berhenti bicara. Dia kembali diam. Tidak beberapa lama suara Polwan itu terdengar.
"Saya diizinkan."
"Masuklah!" Balas Sanja.

Polwan itu masuk ke mobil Sanja. Dia duduk di sebelah Sanja.

Aku benar-benar kesal dan melepaskan memori yang terpasang di laptop Sintia. Seketika video tersebut berhenti.
"Apa yang kamu lakukan. Aku tahu Polwan itu lebih cantik dari kamu. Kamu tidak perlu iri gitu." Ucap Sintia.
"Kita sudah dapatkan yang kita inginkan. Sanja mampu membaca perasaan dan dia memanfaatkannya untuk mendekati Polwan itu." Balasku menyembunyikan rasa kesalku.
"Kamu benar. Kita akan gunakan rekaman itu agar Sanja memberitahu caranya." Balas Sintia.
"Aku saja yang lakukan. Aku yakin itu bukan satu-satunya kemampuan aneh Sanja." Ucapku sambil menghubungi Sanja.

"Sanja, kita makan malam bersama ya. Aku yang tentukan di mana tempatnya." Ucapku lewat telpon.
"Aku akan jemput kamu." Balas Sanja.

Malam harinya. Aku mencari rumah makan yang ramai dan pesan meja tepat di tengah.

Seperti biasa, sanja pamit dengan kedua orang tuaku. Lalu pergi bersamaku.

Di rumah makan. Setelah selesai makan.
"Aku punya sesuatu untuk kamu lihat!" Ucapku sambil menyerahkan HP dengan video yang siap di putar.
"Apa ini?" Tanya Sanja.
"Tonton saja." Ucapku.
Sanja terlihat ragu. Dia memutar video yang aku tonton bersama Sintia siang tadi.

Sanja menyerahkan HP ku setelah menontonnya.
"Kamu punya kemampuan apa saja, selain melihat makhluk halus dan membaca perasaan seseorang?" Tanyaku.
Sanja yang dari tadi ngajak aku ngobrol di sela-sela makan terdiam.
"Pasti akan berdampak buruk bagimu jika video ini aku perlihatkan di tengah-tengah pengunjung rumah makan ini." Ucapku mengancam Sanja agar menjawab pertanyaanku.

"Jawab pertanyaanku Sanja. Jangan hanya diam." Teriakku sambil berdiri. Pengunjung yang lagi makan di sana semuanya memperhatikan kami. Sanja yang menyadari dia diperhatikan banyak orang mengambil tindakan. Dia ikut berdiri seperti aku.
Menghembuskan nafas panjang, kemudian bicara, "Duduklah, aku akan jawab pertanyaanmu." Ucap Sanja.

(Bersambung)

Posting Komentar