Memilih Yang Menyukai (Part 13)
"Periksa dulu siapa di luar!" Ucap Sanja sambil memegang tanganku yang ingin membukakan pintu.
"Kamu dari mana? Aku mencarimu." Balasku.
"Aku ingin melihat, tanpa aku, apa kamu bisa menjaga diri!" Jawab Sanja.
"Jangan sembunyi dariku lagi. Aku tidak suka."
Sanja melihat lewat jendela. Sambil membuka pintu dia bicara.
"Ada waktunya aku harus pergi, jadi kita tidak selalu bisa bersama."
Aku memeluk Sanja, "Jangan pernah tinggalkan aku. Lebih baik aku selalu mengejarmu. Daripada harus mencari seseorang sepertimu."
"Apa ada masalah rumah tangga? Kalian baru nikah masa udah mau cerai!"
Aku menoleh siapa yang bilang gitu. Ternyata pak RT.
"Cuma masalah kecil pak, saya mau pergi kerja tapi Lina takut sendiri." Balas Sanja.
Di ruang tamu pak RT menyampaikan tujuannya.
"Ada pertemuan warga desa. Membahas balas budi kepada pengusaha yang bantu pembangunan desa. Jadi, kalian sebagai warga baru ikut ya!"
"Saya mau berbuka puasa bersama istri di rumah. Mungkin tidak bisa hadir." Ucap Sanja.
"Tidak apa..." Ucapku kemudian dipotong.
"Hadirlah setelah selesai nikmati masakan istrimu. Acara itu untuk kamu. Walaupun cuma bapak yang tahu." Pak RT lalu pergi begitu saja, seakan tidak membiarkan Sanja menolak.
Di meja makan. Sanja dan aku saling duduk berhadapan.
"Kamu menolong lagi, tanpa mau diakui!" Tanyaku.
"Apapun yang dibilang warga. Jangan gunakan hal ini untuk menunjukan kamu di atas mereka." Balas Sanja.
"Iya, kepala keluarga. Tapi aku butuh alasan." Ucapku tersenyum.
"Aku cuma menyalurkan uang orang kaya ke orang miskin." Jawab Sanja.
Caranya sama dengan Pitung, bedanya Sanja melakukannya dengan tidak melanggar hukum melalui Resort.
Sanja pergi untuk kembali lagi. Malam harinya kami duduk di teras lantai dua sambil memandangi langit yang dihiasi bintang.
''Apa yang diinginkan warga?" Tanyaku.
"Sama seperti yang kamu inginkan." Balasnya.
"Sudah cukup Ujian Nasional menyiksaku, jangan kamu juga ikutan."
"Ingin bertemu denganku dan memberikan yang mereka punya, sebagai ucapan terima kasih."
"Cukup memberitahu mereka, kamu yang membantu. Keinginan mereka akan terpenuhi."
"Cukup kamu di hatiku, jangan yang lain. Jika aku lakukan itu, warga akan menghormatiku lebih, itu membuat hatiku senang. Aku tidak perlu. Karena yang ku ingin, sudah ada di sisiku." Balas Sanja membuat hatiku senang.
Di dalam kamar. Aku memasang alarm agar terbangun saat tengah malam.
"Kamu sedang apa?" Tanya Sanja.
"Agar bisa masakan makanan buatmu." Ucapku sambil tersenyum.
Sanja memundurkan jam alarm.
"Masih ada makanan sisa tadi, jadi istirahatlah." Balasnya.
"Bagaimana denganmu? Aku akan selalu siap untukmu." Balasku mencoba mengodanya..
"Aku belum ngantuk. Aku tidak ingin membuatmu lelah." Jawabnya.
Aku duduk di samping Sanja.
"Kalau begitu aku akan menemanimu sampai ngantukmu tiba." Ucapku sambil menyandarkan kepalaku dipundaknya yang hangat.
Hanya sesaat ku memejamkan mata, saatku terbangun aku sudah di kasur. Jam dinding menunjukan aku tidur lama.
Aku mencoba membuka selimut perlahan. Pakaianku masih lengkap, tapi aku merasa kecewa. Aku mencari Sanja yang tidak ada di kamar. Aku menemukannya di dapur. Dia duduk di bangku panjang diam tak bergerak. Aku mendekati perlahan, duduk di sampingnya lalu menyentuh pundaknya. Dia memejamkan mata. Aku bermaksud membuat dia tersandar di tubuhku.
"Tidurnya nyenyak, Lina?" Sapa Sanja sambil membuka mata.
"Aku akan buatkan masakan buatmu sahur." Ucapku sambil berdiri.
Di meja makan, aku menemani Sanja. Hingga waktu subuh, dia tetap tidak tidur bahkan bersiap untuk kerja. Aku menyiapkan keperluannya. Dia memberikan apa yang ku perlu.
"Kamu tidak tidur, apa menunggu waktunya salat?" Tanyaku karena Sanja selalu tepat waktu saat Sang Pencipta menyapanya melalui perantara azan.
"Sama seperti sebelum kita menikah dulu." Balasnya.
Ketika Sanja pergi. Aku keluar rumah. Mendatangi tukang sayur yang datang. Juga ada para tetangga.
"Kamu bisa memasak juga?"
"Iya!" Jawabku tersenyum meski tidak suka.
"Jarang wanita muda sekarang bisa masak. Maaf, apa perutmu isi!" Ibu-ibu ini benar-benar sopan, tapi ucapannya nusuk banget.
"Belum." Balasku, cepat-cepat ingin pulang.
"Maaf, biasanya kalau sama-sama muda nikah cepat perut istrinya udah ada si bayi yang dibuat saat pacaran. Untung kamu enggak ya." Ini ibu-ibu mau cari bahan gosip baru kayanya.
"Suami saya lebih tua 4 tahun dan dia udah mapan. Kita bukan sama-sama muda. " Jelasku menerangkan.
"Wah suamimu berarti awet muda. Hati-hatiloh, banyak wanita lebih cantik darimu yang nanti menggoda." Setelah bikin aku kesal si ibu bikin aku cemas.
Setelah selesai memilih dan membeli bahan makanan. Aku bergegas pulang. Mengerjakan kewajibanku sebagai istri dan menunggu suamiku pulang.
Di teras lantai dua, aku bisa melihat siapa yang datang. Saat siang menjelang. Sanja datang. Ketika aku mau turun, ada seseorang yang juga datang.
Gadis yang tidak ku kenal membuatku penasaran. Di garasi lantai satu aku mencoba menguping pembicaran di ruang tamu tanpa ketahuan.
"Istriku, dia orangnya cemburuan. Sudah kubilang jangan kejar aku sampai di rumah." Suara Sanja.
"Dulu kamu mengejarku dan tidak masalah capek daripada capek mencari sepertiku lagi." Suara gadis itu. Apa dia mantan Sanja?
"Maaf, aku memilih orang yang menyukaiku." Suara Sanja.
"Kenapa tidak memilihku yang kamu sukai." Balas gadis misterius itu. Yang membuatku tidak tahan dan menemui mereka.
"Jadi dia istrimu. Sepertinya aku bakalan segera di usir. Jadi apa jawabmu Sanja." Ucap gadis itu tidak merasa takut sama sekali denganku.
"Iya, aku terima tawaranmu." Balas Sanja bikin aku tercengang.
(Bersambung)
"Kamu dari mana? Aku mencarimu." Balasku.
"Aku ingin melihat, tanpa aku, apa kamu bisa menjaga diri!" Jawab Sanja.
"Jangan sembunyi dariku lagi. Aku tidak suka."
Sanja melihat lewat jendela. Sambil membuka pintu dia bicara.
"Ada waktunya aku harus pergi, jadi kita tidak selalu bisa bersama."
Aku memeluk Sanja, "Jangan pernah tinggalkan aku. Lebih baik aku selalu mengejarmu. Daripada harus mencari seseorang sepertimu."
"Apa ada masalah rumah tangga? Kalian baru nikah masa udah mau cerai!"
Aku menoleh siapa yang bilang gitu. Ternyata pak RT.
"Cuma masalah kecil pak, saya mau pergi kerja tapi Lina takut sendiri." Balas Sanja.
Di ruang tamu pak RT menyampaikan tujuannya.
"Ada pertemuan warga desa. Membahas balas budi kepada pengusaha yang bantu pembangunan desa. Jadi, kalian sebagai warga baru ikut ya!"
"Saya mau berbuka puasa bersama istri di rumah. Mungkin tidak bisa hadir." Ucap Sanja.
"Tidak apa..." Ucapku kemudian dipotong.
"Hadirlah setelah selesai nikmati masakan istrimu. Acara itu untuk kamu. Walaupun cuma bapak yang tahu." Pak RT lalu pergi begitu saja, seakan tidak membiarkan Sanja menolak.
Di meja makan. Sanja dan aku saling duduk berhadapan.
"Kamu menolong lagi, tanpa mau diakui!" Tanyaku.
"Apapun yang dibilang warga. Jangan gunakan hal ini untuk menunjukan kamu di atas mereka." Balas Sanja.
"Iya, kepala keluarga. Tapi aku butuh alasan." Ucapku tersenyum.
"Aku cuma menyalurkan uang orang kaya ke orang miskin." Jawab Sanja.
Caranya sama dengan Pitung, bedanya Sanja melakukannya dengan tidak melanggar hukum melalui Resort.
Sanja pergi untuk kembali lagi. Malam harinya kami duduk di teras lantai dua sambil memandangi langit yang dihiasi bintang.
''Apa yang diinginkan warga?" Tanyaku.
"Sama seperti yang kamu inginkan." Balasnya.
"Sudah cukup Ujian Nasional menyiksaku, jangan kamu juga ikutan."
"Ingin bertemu denganku dan memberikan yang mereka punya, sebagai ucapan terima kasih."
"Cukup memberitahu mereka, kamu yang membantu. Keinginan mereka akan terpenuhi."
"Cukup kamu di hatiku, jangan yang lain. Jika aku lakukan itu, warga akan menghormatiku lebih, itu membuat hatiku senang. Aku tidak perlu. Karena yang ku ingin, sudah ada di sisiku." Balas Sanja membuat hatiku senang.
Di dalam kamar. Aku memasang alarm agar terbangun saat tengah malam.
"Kamu sedang apa?" Tanya Sanja.
"Agar bisa masakan makanan buatmu." Ucapku sambil tersenyum.
Sanja memundurkan jam alarm.
"Masih ada makanan sisa tadi, jadi istirahatlah." Balasnya.
"Bagaimana denganmu? Aku akan selalu siap untukmu." Balasku mencoba mengodanya..
"Aku belum ngantuk. Aku tidak ingin membuatmu lelah." Jawabnya.
Aku duduk di samping Sanja.
"Kalau begitu aku akan menemanimu sampai ngantukmu tiba." Ucapku sambil menyandarkan kepalaku dipundaknya yang hangat.
Hanya sesaat ku memejamkan mata, saatku terbangun aku sudah di kasur. Jam dinding menunjukan aku tidur lama.
Aku mencoba membuka selimut perlahan. Pakaianku masih lengkap, tapi aku merasa kecewa. Aku mencari Sanja yang tidak ada di kamar. Aku menemukannya di dapur. Dia duduk di bangku panjang diam tak bergerak. Aku mendekati perlahan, duduk di sampingnya lalu menyentuh pundaknya. Dia memejamkan mata. Aku bermaksud membuat dia tersandar di tubuhku.
"Tidurnya nyenyak, Lina?" Sapa Sanja sambil membuka mata.
"Aku akan buatkan masakan buatmu sahur." Ucapku sambil berdiri.
Di meja makan, aku menemani Sanja. Hingga waktu subuh, dia tetap tidak tidur bahkan bersiap untuk kerja. Aku menyiapkan keperluannya. Dia memberikan apa yang ku perlu.
"Kamu tidak tidur, apa menunggu waktunya salat?" Tanyaku karena Sanja selalu tepat waktu saat Sang Pencipta menyapanya melalui perantara azan.
"Sama seperti sebelum kita menikah dulu." Balasnya.
Ketika Sanja pergi. Aku keluar rumah. Mendatangi tukang sayur yang datang. Juga ada para tetangga.
"Kamu bisa memasak juga?"
"Iya!" Jawabku tersenyum meski tidak suka.
"Jarang wanita muda sekarang bisa masak. Maaf, apa perutmu isi!" Ibu-ibu ini benar-benar sopan, tapi ucapannya nusuk banget.
"Belum." Balasku, cepat-cepat ingin pulang.
"Maaf, biasanya kalau sama-sama muda nikah cepat perut istrinya udah ada si bayi yang dibuat saat pacaran. Untung kamu enggak ya." Ini ibu-ibu mau cari bahan gosip baru kayanya.
"Suami saya lebih tua 4 tahun dan dia udah mapan. Kita bukan sama-sama muda. " Jelasku menerangkan.
"Wah suamimu berarti awet muda. Hati-hatiloh, banyak wanita lebih cantik darimu yang nanti menggoda." Setelah bikin aku kesal si ibu bikin aku cemas.
Setelah selesai memilih dan membeli bahan makanan. Aku bergegas pulang. Mengerjakan kewajibanku sebagai istri dan menunggu suamiku pulang.
Di teras lantai dua, aku bisa melihat siapa yang datang. Saat siang menjelang. Sanja datang. Ketika aku mau turun, ada seseorang yang juga datang.
Gadis yang tidak ku kenal membuatku penasaran. Di garasi lantai satu aku mencoba menguping pembicaran di ruang tamu tanpa ketahuan.
"Istriku, dia orangnya cemburuan. Sudah kubilang jangan kejar aku sampai di rumah." Suara Sanja.
"Dulu kamu mengejarku dan tidak masalah capek daripada capek mencari sepertiku lagi." Suara gadis itu. Apa dia mantan Sanja?
"Maaf, aku memilih orang yang menyukaiku." Suara Sanja.
"Kenapa tidak memilihku yang kamu sukai." Balas gadis misterius itu. Yang membuatku tidak tahan dan menemui mereka.
"Jadi dia istrimu. Sepertinya aku bakalan segera di usir. Jadi apa jawabmu Sanja." Ucap gadis itu tidak merasa takut sama sekali denganku.
"Iya, aku terima tawaranmu." Balas Sanja bikin aku tercengang.
(Bersambung)
Posting Komentar
Posting Komentar