Cerpen Indonesia

Kumpulan Cerita Pendek dan Bersambung Yang Menarik Berbahasa Indonesia

Iklan Atas Artikel

Penampakan Kepala Di Kegelapan (Part 10)

Author
Published Kamis, Juli 12, 2018
Penampakan Kepala Di Kegelapan (Part 10)
Saat aku mendekati Enja, tiba-tiba gadis yang disakiti Enja tertawa lepas, "Hahaha, kamu pikir aku akan merengek seperti dulu lagi!" Seakan dia menikmati siksaan yang diterima.
Terlihat gadis itu seperti suster ngesot dengan rambut terurai yang menutupi wajah dan luka berdarah di kedua lutut kakinya.

Sikapnya yang tidak biasa dan seperti Psikopat, membuatku takut. Segeraku menarik tangan Enja untuk mengajaknya menjauh. Tapi gadis itu kemudian bicara sambil memperlihatkan wajahnya tanpa air mata tapi penuh amarah, "Kamu benar-benar berubah kak! Dulu kamu tidak pernah melukaiku. Sekarang tidak segan melakukannya. Pantas Ayah melarang Ibu menemuimu. Ibu pasti akan sangat kecewa jika melihat kakak seperti ini."
Aku kaget gadis SMA itu adalah Enli adiknya Enja. Karena orang di sekitar menatap tajam ke arah kami, aku dan Enja segera pergi.

Aku berjalan menjauh sambil menoleh ke belakang untuk melihat keadaan Enli. Terlihat Enli ditolong oleh warga sekitar. Itu membuatku lega meninggalkannya.

Dalam perjalanan pulang aku bicara dengan Enja, "Kenapa kamu menyakiti adikmu sendiri?"
Enja menjawabnya, "Dia memaksaku untuk melanjutkan Sekolah. Aku tidak mau karena lebih suka dengan hidupku sekarang."
Alasan Enja justru membuatku tambah kesal, "Jika kamu tidak suka. Jangan sakiti dia. Bagaimanapun dia Perempuan. Makhluk yang lemah dan seharusnya Laki-Laki sepertimu lah yang melindunginya."
Enja terlihat tidak ingin membuatku marah, "Aku cuma mendorongnya. Dia terjatuh dan lututnya terkena aspal dan terluka."
Aku masih kesal, Enja tidak mengakui kesalahannya, "Pulanglah duluan!" Lalu aku meninggalkan Enja pergi untuk menemui Tama.

Di rumah Tama, baru satu kali mengetuk pintu, dia sudah membukakan pintu, seakan dia menunggu kedatanganku. Itu membuatku senang. Apalagi saat dia tersenyum, "Ayo masuk! Aku tidak sabar."

Saat aku masuk. Tama langsung mengunci pintunya. Aku menjadi cemas. Dia lalu mengajakku ke suatu ruangan, "Ayo kita ke kamar?"
Aku mulai merasa ada yang tidak beres, "Bagaimana kita masak saja dulu di dapur. Setelah itu, aku akan coba pakaian baru untuk karyawatimu di kamar!" Tawarku.
Dia setuju, membuatku lega dia tidak memaksaku. Lalu kami ke dapur.

Ketika tiba di dapur. Tama langsung mendorongku hingga aku tersandar di dinding, "Aduh!"
Kemudian dia mengeluarkan pisau dan mengarahkannya ke dadaku sambil mengucapkan hal yang membingungkan, "Aku suka minum susu. Tapi aku lupa beli. Untung ada kamu!"
Pisau tajam Tama memutus satu kancing bajuku, membuatku mulai berkeringat ketakutan, "Hentikan Tama!"
Terdengar suara ramai di luar dapur, apa itu teman-teman Tama. Tapi Tama tetap melanjutkan memutus kancing kedua bajuku. Aku tidak bisa bergerak takut pisau dia menusuk dadaku. Jadi ku hanya bisa memohon, "Jangan Tama!"
Tiba-tiba suatu suara menghentikan Tama. Dia lalu menoleh ke asal suara. Tampak di samping kiri kami dengan jarak cukup jauh, terlihat wajah tanpa badan dengan tatapan tajam di balik gelapnya pintu dapur yang terbuka.

(Bersambung)

Posting Komentar