Cerpen Indonesia

Kumpulan Cerita Pendek dan Bersambung Yang Menarik Berbahasa Indonesia

Iklan Atas Artikel

Pengaruh Di Luar Akal (Part 18)

Author
Published Minggu, Juli 01, 2018
Pengaruh Di Luar Akal (Part 18)
Hita menyadari aku curiga. Mata dia menatap tajam aku yang di belakang lewat kaca spion dalam mobil.
"Ada apa Lina?" Tanya Hita.
Tanpa Sanja di dekatku. Aku tidak bisa berbuat seenaknya, berbahaya jika memancing emosinya. Tujuan bertanya tentang apakah Hita ada hubungannya dengan kejadian mistis di sekolah tadi, aku urungkan.
"Tidak ada apa-apa!" Jawabku bohong.
Aku yang takut Hita melakukan hal yang tidak diinginkan, sudah mempersiapkan HP menelpon Sanja dengan satu klik. Lucunya aku tidak menyimpan nomor call center polisi justru nomor pacarku.
Sebuah restoran di lewati Hita. Aku mulai cemas. Aku berbisik ke Aya, "Tanya Hita, kenapa restoran tadi dilewati?"
Aya langsung bersuara lantang, "Bukannya yang kita lewati tadi itu restoran?"
"Aku akan bawa kalian ke restoran milikku." Jawab Hita.
Perasaanku mulai campur aduk. Sifat menduga-dugaku benar-benar bikin aku panik.

Hita menghentikan mobilnya. Prasangka burukku salah. Aku senang. Hita benar-benar membawa kami ke restorannya.
"Selamat malam bos!" Ucap pelayan cantik yang menyambut kami.
"Kursi dan mejanya sudah disiapkan bos." Ucap pelayan tampan menunjukan di mana kami duduk.

Kami berempat duduk di meja yang sama.
"Bagaimana pendapatmu tentang restoranku, Aya?" Tanya Hita yang duduk di depan Aya.
"Sangat mewah." Justru Sintia yang jawab, sedangkan Aya sibuk dengan HPnya.
"Aya, kamu merasa enak di sini?" Tanya Hita lagi, tidak menyerah mendapatkan perhatian Aya.
Aku langsung cubit paha Aya yang duduk di sampingku.
"Kan makanannya belum dicoba, jadi gak tau enak apa tidak!" Tanpa ekspresi sakit dan marah padaku, Aya langsung jawab dengan senyuman. Aku tambah heran.
"Aku pastikan enak. Koki disini hebat-hebat." Balas Hita heran, tidak protes Aya jawabnya tidak nyambung.
"Aya! maksud Hita suasananya enak apa enggak?" Sambungku.
"Oh. Lumayan." Jawab Aya, tanpa absen menebar senyum.

Setelah makan malam. Kami bertiga diantar kembali oleh Hita ke sekolah. Kami langsung disambut Sanja saat keluar mobil.
"Lantai sekolah semuanya sudah bersih. Kalian bisa langsung pulang." Ucap Sanja.
"Bohong. Masa kamu sendiri bisa nyelesaikan semuanya?" Tanyaku.
"Kan aku sudah bilang tidak bisa bohong." Jawab Sanja.
"Emang kamu malaikat? Manusia wajar kok bohong." Sambung Sintia.
Menambah keyakinanku Sanja bersekutu dengan malaikat.
"Maaf aku becanda." Lanjut Sintia.
"Seharusnya ada alasan logis kenapa kamu dapat menyelesaikan dengan cepat?" Sambung Hita.

"Aku yang bantu." Ucap Yena yang tiba-tiba datang dan berdiri di samping Sanja.
"Seleramu bagus juga, Sanja!" Ucap Hita.
Aku kesal mereka berdua lebih tertarik dengan gadis seksi.
"Berisik kamu, Hita." Ucapku marah.
Bikin Hita menjaga jarak dariku.
"Aku minta bantuan dia, biar kamu tidak harus kerja lagi." Ucap Sanja agak melunturkan emosiku.
"Ayo kita pulang, Sintia." Ucapku.
Kami bertiga lalu pulang. Meninggalkan, Sanja, Yena dan Hita.
Karena kelelahan, setelah mandi aku langsung tidur.

Keesokan harinya. Aku sebenarnya malas sekolah apalagi Aya lagi diskorsing. Dari ratusan anak di sekolah, aku bakalan punya satu teman saja, Sintia.

Di sekolah, baru keluar dari mobil Sintia, aku diserempet pengendara motor. Aku jatuh dan lututku terluka.
"Hei kamu? SIMmu nembak ya." Teriak Sintia marah.
"Maaf, aku tidak sengaja." Jawab pengendara motor itu dengan senyum sinis.
Lagi-lagi teman mendiang mantan pacarku, Iwan. Aku memilih tidak memperpanjang masalah.
"Iya tidak apa-apa." Jawabku. Kemudian dia pergi.
Sintia membawaku ke UKS. Sepanjang perjalanan siswa siswi lainnya menatapku menyeringai. Serasa lagi masuk sekolah hantu.
"Itu kotak P3K. Obati sendiri." Ucap petugas UKS.
Sintia mengambil kotak P3K dan mengobati lukaku.
Aku menyesal waktu dulu tidak cari banyak teman. Sintia sendiri yang mau berteman denganku, bukan aku yang pinta. Seandainya aku menolak saat itu. Aku tidak tahu gimana nasibku sekarang.
"Terima kasih." Ucapku ke Sintia sambil meneteskan air mata.

Tiba-tiba petugas UKS masuk dengan panik.
"Ayo aku obati." Ucapnya ke aku.
"Udah terlambat." Balas Sintia.
Aku merasa ada sesuatu yang aneh.

Saat aku keluar dari UKS menuju ke kelas. Sikap siswa siswi berubah, senyum dan ramah denganku.
Bahkan ada yang menawarkan bantuan, "Sini biar aku yang bantu."
"Aku bisa jalan sendiri." Balasku.
Hal ini semakin aneh.

Keanehan ini terjawab, tiba-tiba aku melihat Sanja yang bergegas pergi menjauhiku. Aku yakin dia yang membuat semuanya berubah bersikap baik kepadaku. Tapi, bagaimana caranya?
"Sanja!" Teriakku memanggil.
Sanja menghentikan langkahnya.

(Bersambung)

Posting Komentar