Penyambung Kehidupan (Part 39)
Melihat ekspresi takut Aliya memandang Aga yang pingsan, ketika tahu salah satu mayat di rumah sakit tempat dia bekerja menghilang, membuat Inda tidak terima, "Aga bukan mayat!" Teriaknya kesal.
Aliya kemudian memandang Inda dengan wajah cemas, "Aku sudah terbiasa melihat Aga terluka, tapi melihat Aga terluka parah seperti saat ini hingga membuat dia pingsan, itu sangat jarang."
Mendengar itu, Inda merasa bersalah karena Aga menjadi celaka gara-gara dia, "Tolong selamatkan Aga, silahkan ambil darahku." Mohon Inda sambil menjulurkan kedua tangannya.
Aliya terdiam melihat Inda rela berkorban untuk Aga yang bukan siapa-siapanya dia. Lalu Perawat rumah sakit berdatangan dan Aga pun segera di rawat.
Beberapa saat kemudian di ruang perawatan, setelah proses transfusi darah selesai. Inda tetap menunggu Aga hingga sadar, berdua saja. Tiba-tiba mata Aga terbuka, "Seperti yang ku duga, Aliya akan mengizinkanku melihat tempat kematian itu. Aku tidak boleh buang-buang waktu." Ucap Aga saat terbaring.
Ketika Aga mau bangun, Inda tiba-tiba menghalangi dengan berada di atas Aga, "Kamu sudah hampir mati, masih mau ke tempat kematian, entah tempat apa itu. Yang pasti aku tidak akan mengizinkannya."
Dengan sekejap Aga memeluk Inda dan membaringkannya di kasur. Kini Aga yang berada di atas Inda, "Aku tidak perlu izinmu jika ingin melakukan sesuatu."
Inda terlihat cemas, "Jangan Aga!" Sambil mendorong dada Aga supaya tubuhnya menjauh.
Aliya tiba-tiba masuk, "Kelainanmu itu cukup merepotkan, Aga!"
Mendengar itu, Aga langsung menjauh dari atas tubuh Inda. Dia berdiri dan mendekati Aliya.
"Plakkk" Aliya menampar wajah Aga dengan keras saat Aga di dekatnya. Tapi Aga tidak membalas, dia hanya bicara, "Kekuranganku adalah kelebihanku."
Aliya kemudian membalasnya, "Jika kamu ingin melihat tempat kematian itu, pergilah!"
Aga lalu menuju pintu dan membukanya, di tengah pintu dia berhenti, "Inda, kamu masih mau ikut denganku!"
Inda yang terperangah melihat kejadian itu berpikir hubungan Aga dan Aliya sedang buruk, ini kesempatannya untuk mendapatkan hati Aga lalu dia setuju, "Aku akan ikut." Inda beranjak dari kasur dan mengikuti Aga.
Tapi ketika melewati Aliya, tangan Inda dipegang Aliya, "Aga menderita kelainan HSN, dia tidak akan bisa merasakan sakit. Jadi kamu tidak bisa menyakitinya. Kamu yakin tetap ikut Aga?"
Inda mengingat saat Aga menolong dirinya, lalu menjawab dengan tegas, "Aku yakin dia tidak akan menyakitiku."
Aliya kesal dan menarik baju Inda, "Dia hampir melecehkanmu."
Inda melepaskan tangan Aliya dan mendorongnya, "Tapi dia tidak melakukannya."
Lalu Inda berlari pergi, tiba-tiba Aga sudah tidak ada. Tapi Inda seketika merinding mendengar suara Aga yang tidak berwujud, "Ikutilah suaraku, Inda!"
(Bersambung)
Aliya kemudian memandang Inda dengan wajah cemas, "Aku sudah terbiasa melihat Aga terluka, tapi melihat Aga terluka parah seperti saat ini hingga membuat dia pingsan, itu sangat jarang."
Mendengar itu, Inda merasa bersalah karena Aga menjadi celaka gara-gara dia, "Tolong selamatkan Aga, silahkan ambil darahku." Mohon Inda sambil menjulurkan kedua tangannya.
Aliya terdiam melihat Inda rela berkorban untuk Aga yang bukan siapa-siapanya dia. Lalu Perawat rumah sakit berdatangan dan Aga pun segera di rawat.
Beberapa saat kemudian di ruang perawatan, setelah proses transfusi darah selesai. Inda tetap menunggu Aga hingga sadar, berdua saja. Tiba-tiba mata Aga terbuka, "Seperti yang ku duga, Aliya akan mengizinkanku melihat tempat kematian itu. Aku tidak boleh buang-buang waktu." Ucap Aga saat terbaring.
Ketika Aga mau bangun, Inda tiba-tiba menghalangi dengan berada di atas Aga, "Kamu sudah hampir mati, masih mau ke tempat kematian, entah tempat apa itu. Yang pasti aku tidak akan mengizinkannya."
Dengan sekejap Aga memeluk Inda dan membaringkannya di kasur. Kini Aga yang berada di atas Inda, "Aku tidak perlu izinmu jika ingin melakukan sesuatu."
Inda terlihat cemas, "Jangan Aga!" Sambil mendorong dada Aga supaya tubuhnya menjauh.
Aliya tiba-tiba masuk, "Kelainanmu itu cukup merepotkan, Aga!"
Mendengar itu, Aga langsung menjauh dari atas tubuh Inda. Dia berdiri dan mendekati Aliya.
"Plakkk" Aliya menampar wajah Aga dengan keras saat Aga di dekatnya. Tapi Aga tidak membalas, dia hanya bicara, "Kekuranganku adalah kelebihanku."
Aliya kemudian membalasnya, "Jika kamu ingin melihat tempat kematian itu, pergilah!"
Aga lalu menuju pintu dan membukanya, di tengah pintu dia berhenti, "Inda, kamu masih mau ikut denganku!"
Inda yang terperangah melihat kejadian itu berpikir hubungan Aga dan Aliya sedang buruk, ini kesempatannya untuk mendapatkan hati Aga lalu dia setuju, "Aku akan ikut." Inda beranjak dari kasur dan mengikuti Aga.
Tapi ketika melewati Aliya, tangan Inda dipegang Aliya, "Aga menderita kelainan HSN, dia tidak akan bisa merasakan sakit. Jadi kamu tidak bisa menyakitinya. Kamu yakin tetap ikut Aga?"
Inda mengingat saat Aga menolong dirinya, lalu menjawab dengan tegas, "Aku yakin dia tidak akan menyakitiku."
Aliya kesal dan menarik baju Inda, "Dia hampir melecehkanmu."
Inda melepaskan tangan Aliya dan mendorongnya, "Tapi dia tidak melakukannya."
Lalu Inda berlari pergi, tiba-tiba Aga sudah tidak ada. Tapi Inda seketika merinding mendengar suara Aga yang tidak berwujud, "Ikutilah suaraku, Inda!"
(Bersambung)
Posting Komentar
Posting Komentar