Cerpen Indonesia

Kumpulan Cerita Pendek dan Bersambung Yang Menarik Berbahasa Indonesia

Iklan Atas Artikel

Pertempuran Dua Aliran (Part 10)

Author
Published Senin, Juli 02, 2018
Pertempuran Dua Aliran (Part 10)
Cuma Seta yang melihatku menggunakan Life Note saat menangani kasus Tiang Listrik. Pasti dia tertarik untuk memilikinya. Aku akan mengurusnya nanti. Yang terpenting aku harus selesaikan dendam Elis dan mendapatkan uang itu. Jika aku punya uang banyak aku bisa membayar orang untuk merebut buku itu dari tangan Seta.
"Ibu, aku pamit ke rumah teman!" Ucapku dan diizinkan ibu.

Di dalam perjalanan ke alamat yang diberi Agung suami Elis, tiba-tiba aku mendengar sesuatu, terdengar seperti suara Enli.
"Jahat!!!"
Aku gemetar. Apa Enli sudah sembuh dan dia sadar yang ingin ku lakukan padanya tadi.

~

"Kamu janji akan bertemu aku besok. Besok dan besoknya lagi, kamu tidak ada." Ternyata Ulan teman sekelasku, sekarang dia berdiri di sampingku.
"Maaf, aku lagi sibuk banyak yang aku kerjakan." Balasku sambil melanjutkan jalan.
Cuma perasaanku saja suara Ulan mirip dengan Enli atau karena aku udah lama tidak mendengar suara Enli, jadi melupakan suaranya seperti apa?
"Pakai aku!" Ucap Ulan bikin aku tercengang dan menghentikanku melangkah.
Aku melihat tubuhnya, walaupun dadanya tidak besar dia tetap cantik.
"Pakai aku untuk membantu pekerjaanmu. Aku siap! Agar bebanmu berkurang." Lanjut Ulan membuatku kecewa. Tapi setidaknya aku tahu dia suka aku.
"Jika aku minta sesuatu darimu. Apa kamu akan memberikannya?" Tanyaku mencoba mengambil keuntungan darinya.
"Apapun maumu, pasti akan kuberikan." Balasnya membuatku tersenyum.

Tiba-tiba bayangan kematian Elis terlintas dalam pikiranku. Padahal aku cuma membaca cerita Elis tapi aku dapat menyaksikannya dalam otak ini seperti menonton film.
"Kamu tahu hubungan jeruk nipis dan mistis?" Tanyaku menyebutkan apa yang terlihat aneh saat menjelang kematian Elis, seperti jeruk nipis dan buku Love Note yang mistis.
Ulan terdiam.
Aku mempercepat langkah kakiku. Percuma jika mengharapkan Ulan.
"Tunggu dulu, aku tahu." Ucap Ulan menyusulku dengan berlari.
Aku berhenti. Dia juga berhenti di sampingku dengan napas terengah-engah.
Sambil melihat ponselnya, dia bicara, "Jeruk nipis jika diteteskan ke darah orang yang mati akan membuat orang itu bergentayangan." Rupanya dia mencari info di internet.
Aku mulai mendapatkan jawaban, sepertinya Elis sengaja mengoleskan darahnya di buku Love Note dan meneteskan perasan jeruk nipis pada darah itu, agar rohnya berpindah dan hidup kembali di dalam buku.

Aku lalu menghentikan Angkot. Ulan mencoba naik. Aku mendorongnya.
"Tidak perlu ikut!" Ucapku.
"Tapi berjanjilah, kamu akan kembali untukku. Aku punya firasat buruk." Balasnya. Padahal dia bukan siapa-siapanya aku.
"Iya." Jawabku.
Aku meninggalkannya pergi menggunakan Angkot menuju tempat Agung.

Sesampainya di rumah di tepi sungai. Agung sudah menungguku di muka pagar. Dia langsung memperkenalkan diri.
"Aku Agung!" Ucapnya. Padahal aku sudah tahu wajahnya dari foto yang disimpan Elis.
"Ayo kita masuk!" Ajaknya.
Aku bersiap memegang pisau dari dalam tasku. Pria jahat seperti dia tidak pantas hidup. Tapi dari dalam hatiku yang dalam, aku tidak ingin menjadi pembunuh.
"Silahkan anda masuk duluan. Anda kan pemiliknya." Ucapku dengan keraguan.
Tiba-tiba dia kejang-kejang dan jatuh pingsan.
Aku menoleh di sepanjang pagar. Terlihat di dekat pohon beringin ada kabel listrik putus yang terjuntai menyentuh pagar besi dan berbaur dengan akar gantung.

Aku segera menyingkirkan kabel itu dari pagar besi, menggunakan ranting pohon beringin yang jatuh di jalan.

Setelah berhasil. Aku baru berani membuka pagar. Saat ini tempat ini sepi, tapi belum tentu seperti ini seterusnya. Jadi aku segera menyeret Agung masuk ke dalam rumah, mengikatnya di kursi dan menyumpal mulutnya dengan bajunya sendiri.

Setelah itu rasa ragu melakukan tindakan kriminal ini kembali muncul. Aku melihat ke cermin yang ada di sana. Wajahku jelas menunjukan ketakutan.

Tiba-tiba mimik wajahku berubah dan bayanganku bicara sendiri di cermin.
"Lakukan tanpa rasa tega, dia juga melakukannya ke aku tanpa rasa kasihan." Suaranya terdengar seperti suaraku.
Aku membalasnya, "Aku tidak ingin jadi pembunuh."
Bayanganku di cermin kembali bicara, "Kau tidak perlu membunuhnya, cukup menyayat perutnya, memotong hatinya, kemudian jahit dan tutup kembali. Dia pernah bilang, bisa membagi hatinya untukku. Jadi aku cuma ingin mendapatkan milikku."
Entah aku tidak waras, aku seperti bicara terhadap diriku sendiri. Tapi aku sadar, bayanganku di cermin sepertinya dikendalikan oleh Elis.
"Dia tidak mati langsung olehmu. Biarkan dia mati perlahan di sini. Maka kematiannya karena keadaan bukan karenamu."
Ucap bayanganku di cermin berusaha meyakinkanku dan itu berhasil.

Setelah mencari dan mendapatkan benang dan jarum di dalam rumah itu. Aku lalu membaringkan Agung di lantai, mengikat kedua tangan dan kakinya menyilang di masing-masing tiang rumah dengan kuat.
Kemudian mulai menyayat perut Agung.
"Srettt"
Dia sadar dan berontak.
"Aku akan melakukannya dengan cepat. Kamu tidak akan mati. Jika tidak banyak bergerak." Ucapku berhasil menenangkannya.
Terlihat dia menahan sakit dan meneteskan air mata. Dia seperti berusaha bicara.
"Maaf, suaramu tidak jelas jadi percuma bicara. Aku lagi sibuk. Jadi tidak punya waktu melepaskan sumpalan di mulutmu." Ucapku terus terang.
"Zleb"
Aku memasukan tanganku dan mencari organ hatinya.
"Srekk srekk."
Akhirnya aku menemukan organ hatinya.
"Zrekk"
Menarik dan segera memotong setengahnya.
"Zrettt"
Tubuh Agung kejang-kejang.

Aku langsung menjahit hatinya. Memasukannya kembali dan menjahit perutnya.

Setelah selesai. Aku menenteng setengah organ hati Agung dan memperlihatkannya di depan cermin.
"Aku sudah melakukan maumu. Sekarang berikan yang ku mau." Ucapku dengan maksud meminta Sandi dari kartu ATMnya.
Tapi tidak ada jawaban darinya. Cuma bayanganku sendiri yang terlihat bodoh. Apa Elis menghianatiku atau aku tadi yang salah lihat.

Tiba tiba terdengar suara, "Sepertinya kamu ketularan gila dari adikmu!"
Ternyata Seta dengan buku Life Note di tangannya. Walaupun aku tidak terkejut tapi aku masih bingung.
"Bagaimana bisa kamu menemukan aku?"
Seta terlihat tersenyum, dan mengangkat Life Note, "Selain mengetahui masa lalu dari sudut pandang yang berbeda. Buku ini juga dapat mengetahui apa yang dipikirkan orang lain jika nama orang itu ditulis di sini."
Aku baru tahu. Mendengar penjelasan Seta, Buku itu sangat berbahaya jika di tangan dia yang berpikiran mesum. Dia akan tahu pikiran wanita dan memanfaatkannya untuk mengambil keuntungan.
Seta menurunkan tangannya, "Sebenarnya aku bisa mencegahmu melukai pria itu. Tapi itu tidak akan menjadi kasus besar. Sekarang aku pasti akan mendapatkan penghargaan dan naik pangkat jika menangkap psikopat sepertimu dengan korban yang terluka parah." Ucap Seta lagi membuatku jengkel.

Aku lalu mengeluarkan buku Love Note dan menulis, 'Aku ingin buku Life Note musnah.'
Love Note tidak menjawab. Tidak ada tulisan baru.
Seta memperhatikanku, "Di Buku Life Note tertera kontrak di halaman terakhir. Pemilik pertamanya bersekutu dengan malaikat melalui buku ini. Aku tidak heran. Pasti hal itu ada. Karena manusia yang bersekutu dengan Iblis melalui boneka santetpun ada..."
"...Apa buku yang kamu pegang juga sama. Serahkan padaku, maka aku tidak perlu menembakmu untuk menangkapmu." Perintah Seta.

Tiba-tiba tanganku bergerak sendiri dan menuliskan sesuatu di Love Note. Jadi selama ini aku menulisnya tanpa sadar saat tidur. Elis dapat merasuki dan mengendalikan sebagian tubuhku. Apa karena aku yang menyentuh buku itu.
Tertulis,
'Buku ini terbuat dari bahan mudah terbakar, sama dengan lantai dan rumah ini.'
Seta berteriak, "Hentikan yang kamu tulis."
Aku segera mencari pemicu api di celana Agung karena aku tidak merokok jadi tidak memilikinya.

Tiba-tiba Seta menembak kakiku. Membuatku jatuh tersungkur.
Tapi aku berhasil mendapatkan pemicu api. Lalu menyalakannya dan membakar buku Love Note. Api berkobar hebat. Hingga ke lantai. Dalam sekejap api membesar dan membakar isi rumah. Terlihat Seta panik karena api mulai menyerang Life Note dan tubuhnya.

Hal yang sama yang ku rasa, panas tak tertahankan ketika api ini juga membakar tubuhku. Membuat kesadaranku mulai menghilang.

(Tamat)

Posting Komentar