Pertualangan Cinta (Part 1)
Valen berpegangan tangan dengan kekasihnya Kei membuatku yang melihatnya dari belakang iri karena masih jomblo.
Kami menggunakan kereta cepat berencana ingin pergi ke tempat kelahiran Valen, sahabatku semenjak dia merawatku saat di rumah sakit sebagai siswi SMK Perawatan yang sedang magang.
"Hai, ke rumah tua yuk!" Ajak Valen saat kami sudah sampai di hotel yang berbeda dengan Kei.
"Iya!" Jawabku. Valen lalu memberikan HP dan kertas bertuliskan alamat sambil bilang,"Ajak Kei juga, katakan dariku!" Dasar tukang pamer pikirku, mentang-mentang dia telah di jodohkan dengan Kei oleh orang tua angkatnya.
Saat di rumah tua, Valen menarik dan mengajakku melewati sungai, membuat kakiku jadi basah. Sesampai diseberang aku semakin kesal, "Valen, itukan ada jembatan!" Dia malah tertawa tak bersalah,"Ahaha, aku lupa ada jembatan."
Aku menunggu kedatangan Kei di dalam rumah sambil mendengar curhatan Valen, "Aku tidak suka Kei selalu jalan malam ke tempat hiburan!" Tiba-tiba kami mendengar suara lelaki kesakitan. Kami keluar, melihat Kei yang kakinya teperosok di jembatan, Valen langsung menghampiri dan mengambil boneka yang di tangan Kei, "Ini pasti untukku, imutnya!"
Tentu aku kesal, "Kau gila ya, seharusnya kau tolong kekasihmu!" Valen justru dengan santainya bilang,"Aku sudah telpon ambulan!" Benar tidak beberapa lama ambulan datang.
Di rumah sakit aku menanyakan keadaaan Kei kepada Valen,"Untung kaki kanannya patah!" Dia seperti psikopat saja bilang gitu, "Sebagai perawat,kamu pasti punya alasankan!"
Jawab Valen sungguh aneh, "Aha, Kaki kanan Kei baru sembuh dari patah tulang sebelumnya, pasti sudah berpengalaman menghadapi patah tulang untuk kedua kalinya dibandingkan kaki kirinya!" Karena aku tidak tahu tentang ilmu kedokteran, "Oh gitu ya!"
Keesokan harinya kami main lagi ke rumah tua, bisa ku lihat dengan jelas bagian jembatan yang rusak cuma bagian kanannya saja saat menuju ke rumah. Di dalam rumah Valen kembali curhat,"Kei, dia selalu chat dengan wanita di ponselnya. Itu membuatku cemburu." Tiba-tiba aku melihat Kei sedang berusaha melewati jembatan dengan kaki kanan di gift dan menggunakan tongkat. Aku langsung menghadap Valen, "Kamu memanggil Kei!" Dengan santainya lagi dia menjawab,"Benar, aku membutuhkan bantuannya!"
Aku kasihan melihat Kei, "Kamu sebagai kekasihnya seharusnya membantu dia!" Valen tetap tenang, "Dia tidak ingin aku membantunya. Kekasih yang baik ya, tidak mau merepotkan pasangannya!" Aku tidak peduli apa yang dikatakan Valen, aku segera membantu Kei.
Di dalam rumah Valen menunjukan bawah lemari kepada Kei,"Cincinku masuk ke sana. Kamu bisa bantu kan Kei!" Perintahnya dengan polos. Kei langsung memasukan tangan kirinya ke bawah lemari, sepertinya dia kidal.Tapi, bukannya cincin yang di dapat tangan Kei justru terjepit jebakan tikus yang berkarat. Aku langsung melihat ekspresi Valen, dia terlihat panik. Ku pikir Valen normal. Valen langsung mencoba memasukan tangannya ke bawah lemari, "Kau terluka Kei, biar aku saja!" Kei menahan tangan Valen dengan tangan kanannya, "Nanti tanganmu juga terluka, masih ada tangan kananku!" Celakanya tangan kanan Kei juga kena jebakan tikus yang berkarat.
Aku terkejut, semakin terkejut saat Valen bilang,"Aha, aku lupa cincinnya, aku masukan dalam kantong bajuku!"
Aku langsung bicara ke Valen, "Jangan bilang kamu juga lupa telpon ambulan!" Valen melepaskan tanganku dari bahunya,"Tentu aku tidak lupa!"
Sebagai perawat Valen mengobati tangannya Kei, "Aku akan tolong tangan kananmu yang tidak kamu gunakan untuk chat dengan wanita!"
Sedikit emosi aku bilang,"Tolong juga tangan kirinya!" Dia jawab, "Menolong tangan kirinya itu sia-sia, infeksinya terlalu parah!" Lagi-lagi karena tidak mempunyai pengetahuan tentang ilmu kedokteran, aku hanya bisa diam.
Berjam-jam, ambulan tidak kunjung tiba, aku manatap tajam ke Valen. Dia yang sadar lalu bicara,"Ternyata aku salah nomor!" sambil menunjukan HP nya ke aku. Aku langsung rebut HP nya dan telpon ambulan.
Keesokan harinya lagi Valen meminta tolong padaku. Sambil kami mengumpulkan debu tanah kering, Valen curhat, "Melihat Kei selalu menatap gadis yang lebih cantik dariku..." Langsungku potong pembicaraannya, "...membuatmu cemburu, iya kan Valen..." Dia justru tertawa, terdiam kemudian bicara," Membuatku semakin ingin berperilaku baik untuknya. Karena ku sadar kecantikanku tidak berguna untuk dia lihat!"
Perhatianku tersita saat melihat papan nama bertuliskan Rumah Tine. Saat ku ingin menanyakan dengan Valen, dia menghilang. Aku mencarinya dan tiba-tiba dia muncul dari dalam rumah tua, "Masuk, Mia. Ada yang ingin ku tunjukan padamu!"
Di dalam rumah tua itu lagi dan di depan lemari yang sama kami berdiri. Cukup lama cuma menatap lemari seperti kurang kerjaan saja, "Valen..." tanyaku. Dia menjawab, "Tunggu sebentar!" Tiba-tiba Kei masuk menggunakan tongkat dengan tangan kanannnya dan terlihat tangan kirinya yang sudah tidak ada lagi, membuatku terkejut.
Valen langsung membantu Kei mendekati lemari, aku sindir dia, "Jika kamu tidak ingin aku tolong dia melewati jembatan. Seharusnya jangan mengalihkan perhatianku, tapi kau tolong dia melewati jembatan seperti saat ini!" Valen tidak menaggapiku, dia lebih memilih bicara dengan kekasihnya,"Kei bantu aku buka bagian atas lemari itu ya, kamu kan tinggi. Percuma minta tolong dengan Mia, dia tidak lebih tinggi dariku!" Ucapnya sambil menatap horor ke arahku.
Saat Kei membuka lemari bagian atas dengan tangan kanannya, debu menyembur dan membuat mata Kei perih. Di dalam lemari itu jatuh obat tetes mata, satu-satunya benda yang ada. Aku tahu, debu itu perbuatan Valen, aku segera mengambil obat tetes mata dan memberikannya kepada Kei. Celakanya Kei semakin kesakitan, aku tanya kepada Valen. Dia tanpa merasa panik bicara, "Obat tetes mata itu pasti sudah lama di dalam lemari. Bisa kau lihatkan debunya. Pasti obat itu sudah rusak!"
Habislah aku bisa-bisa dipenjara gara-gara ini. Kei benar-benar tersiksa, aku langsung minta penjelasan Valen, "Kamu kan yang buat jembatan itu rusak. Kamu juga yang letakan jebakan tikus, lalu debu yang kita kumpulkan itu kamu letakan di atas lemari." Valen mengambil kursi dan duduk santai, "Aha, aku menggunakan kursi ini sebagai pijakan meletakan debu itu di atas lemari. Kau tau kenapa? Karena nama lengkapku Valen Tine!"
(Bersambung)
Kami menggunakan kereta cepat berencana ingin pergi ke tempat kelahiran Valen, sahabatku semenjak dia merawatku saat di rumah sakit sebagai siswi SMK Perawatan yang sedang magang.
"Hai, ke rumah tua yuk!" Ajak Valen saat kami sudah sampai di hotel yang berbeda dengan Kei.
"Iya!" Jawabku. Valen lalu memberikan HP dan kertas bertuliskan alamat sambil bilang,"Ajak Kei juga, katakan dariku!" Dasar tukang pamer pikirku, mentang-mentang dia telah di jodohkan dengan Kei oleh orang tua angkatnya.
Saat di rumah tua, Valen menarik dan mengajakku melewati sungai, membuat kakiku jadi basah. Sesampai diseberang aku semakin kesal, "Valen, itukan ada jembatan!" Dia malah tertawa tak bersalah,"Ahaha, aku lupa ada jembatan."
Aku menunggu kedatangan Kei di dalam rumah sambil mendengar curhatan Valen, "Aku tidak suka Kei selalu jalan malam ke tempat hiburan!" Tiba-tiba kami mendengar suara lelaki kesakitan. Kami keluar, melihat Kei yang kakinya teperosok di jembatan, Valen langsung menghampiri dan mengambil boneka yang di tangan Kei, "Ini pasti untukku, imutnya!"
Tentu aku kesal, "Kau gila ya, seharusnya kau tolong kekasihmu!" Valen justru dengan santainya bilang,"Aku sudah telpon ambulan!" Benar tidak beberapa lama ambulan datang.
Di rumah sakit aku menanyakan keadaaan Kei kepada Valen,"Untung kaki kanannya patah!" Dia seperti psikopat saja bilang gitu, "Sebagai perawat,kamu pasti punya alasankan!"
Jawab Valen sungguh aneh, "Aha, Kaki kanan Kei baru sembuh dari patah tulang sebelumnya, pasti sudah berpengalaman menghadapi patah tulang untuk kedua kalinya dibandingkan kaki kirinya!" Karena aku tidak tahu tentang ilmu kedokteran, "Oh gitu ya!"
Keesokan harinya kami main lagi ke rumah tua, bisa ku lihat dengan jelas bagian jembatan yang rusak cuma bagian kanannya saja saat menuju ke rumah. Di dalam rumah Valen kembali curhat,"Kei, dia selalu chat dengan wanita di ponselnya. Itu membuatku cemburu." Tiba-tiba aku melihat Kei sedang berusaha melewati jembatan dengan kaki kanan di gift dan menggunakan tongkat. Aku langsung menghadap Valen, "Kamu memanggil Kei!" Dengan santainya lagi dia menjawab,"Benar, aku membutuhkan bantuannya!"
Aku kasihan melihat Kei, "Kamu sebagai kekasihnya seharusnya membantu dia!" Valen tetap tenang, "Dia tidak ingin aku membantunya. Kekasih yang baik ya, tidak mau merepotkan pasangannya!" Aku tidak peduli apa yang dikatakan Valen, aku segera membantu Kei.
Di dalam rumah Valen menunjukan bawah lemari kepada Kei,"Cincinku masuk ke sana. Kamu bisa bantu kan Kei!" Perintahnya dengan polos. Kei langsung memasukan tangan kirinya ke bawah lemari, sepertinya dia kidal.Tapi, bukannya cincin yang di dapat tangan Kei justru terjepit jebakan tikus yang berkarat. Aku langsung melihat ekspresi Valen, dia terlihat panik. Ku pikir Valen normal. Valen langsung mencoba memasukan tangannya ke bawah lemari, "Kau terluka Kei, biar aku saja!" Kei menahan tangan Valen dengan tangan kanannya, "Nanti tanganmu juga terluka, masih ada tangan kananku!" Celakanya tangan kanan Kei juga kena jebakan tikus yang berkarat.
Aku terkejut, semakin terkejut saat Valen bilang,"Aha, aku lupa cincinnya, aku masukan dalam kantong bajuku!"
Aku langsung bicara ke Valen, "Jangan bilang kamu juga lupa telpon ambulan!" Valen melepaskan tanganku dari bahunya,"Tentu aku tidak lupa!"
Sebagai perawat Valen mengobati tangannya Kei, "Aku akan tolong tangan kananmu yang tidak kamu gunakan untuk chat dengan wanita!"
Sedikit emosi aku bilang,"Tolong juga tangan kirinya!" Dia jawab, "Menolong tangan kirinya itu sia-sia, infeksinya terlalu parah!" Lagi-lagi karena tidak mempunyai pengetahuan tentang ilmu kedokteran, aku hanya bisa diam.
Berjam-jam, ambulan tidak kunjung tiba, aku manatap tajam ke Valen. Dia yang sadar lalu bicara,"Ternyata aku salah nomor!" sambil menunjukan HP nya ke aku. Aku langsung rebut HP nya dan telpon ambulan.
Keesokan harinya lagi Valen meminta tolong padaku. Sambil kami mengumpulkan debu tanah kering, Valen curhat, "Melihat Kei selalu menatap gadis yang lebih cantik dariku..." Langsungku potong pembicaraannya, "...membuatmu cemburu, iya kan Valen..." Dia justru tertawa, terdiam kemudian bicara," Membuatku semakin ingin berperilaku baik untuknya. Karena ku sadar kecantikanku tidak berguna untuk dia lihat!"
Perhatianku tersita saat melihat papan nama bertuliskan Rumah Tine. Saat ku ingin menanyakan dengan Valen, dia menghilang. Aku mencarinya dan tiba-tiba dia muncul dari dalam rumah tua, "Masuk, Mia. Ada yang ingin ku tunjukan padamu!"
Di dalam rumah tua itu lagi dan di depan lemari yang sama kami berdiri. Cukup lama cuma menatap lemari seperti kurang kerjaan saja, "Valen..." tanyaku. Dia menjawab, "Tunggu sebentar!" Tiba-tiba Kei masuk menggunakan tongkat dengan tangan kanannnya dan terlihat tangan kirinya yang sudah tidak ada lagi, membuatku terkejut.
Valen langsung membantu Kei mendekati lemari, aku sindir dia, "Jika kamu tidak ingin aku tolong dia melewati jembatan. Seharusnya jangan mengalihkan perhatianku, tapi kau tolong dia melewati jembatan seperti saat ini!" Valen tidak menaggapiku, dia lebih memilih bicara dengan kekasihnya,"Kei bantu aku buka bagian atas lemari itu ya, kamu kan tinggi. Percuma minta tolong dengan Mia, dia tidak lebih tinggi dariku!" Ucapnya sambil menatap horor ke arahku.
Saat Kei membuka lemari bagian atas dengan tangan kanannya, debu menyembur dan membuat mata Kei perih. Di dalam lemari itu jatuh obat tetes mata, satu-satunya benda yang ada. Aku tahu, debu itu perbuatan Valen, aku segera mengambil obat tetes mata dan memberikannya kepada Kei. Celakanya Kei semakin kesakitan, aku tanya kepada Valen. Dia tanpa merasa panik bicara, "Obat tetes mata itu pasti sudah lama di dalam lemari. Bisa kau lihatkan debunya. Pasti obat itu sudah rusak!"
Habislah aku bisa-bisa dipenjara gara-gara ini. Kei benar-benar tersiksa, aku langsung minta penjelasan Valen, "Kamu kan yang buat jembatan itu rusak. Kamu juga yang letakan jebakan tikus, lalu debu yang kita kumpulkan itu kamu letakan di atas lemari." Valen mengambil kursi dan duduk santai, "Aha, aku menggunakan kursi ini sebagai pijakan meletakan debu itu di atas lemari. Kau tau kenapa? Karena nama lengkapku Valen Tine!"
(Bersambung)
Posting Komentar
Posting Komentar