Suara Lonceng Sekolah Di Hutan (Part 21)
Terlihat di luar mobil, ada dua pria. Salah satunya mengancungkan pistol ke arah Buna melalui kaca depan, "Cepat keluar!"
Buna mencoba menyembunyikan rasa takutnya, "Kalian pikir, aku percaya dengan pistol mainan itu!"
Aku berusaha membuat Buna melakukan apa yang mereka perintahkan, "Ini tempat sunyi. Mungkin benar mereka begal. Dokter biasa saja bisa mendapatkan senjata api. Pasti mereka juga bisa..."
"DIAMMM!!!" Teriak Buna membuatku menangis.
DOAAAR, suara pistol terdengar. Pria itu menembakannya ke langit. Membuat kami terkejut.
Buna lalu keluar dari mobil. Aku juga segera keluar.
Buna terlihat ketakutan. Dia merasakan apa yang kurasakan, "Ampun pak!!!"
Perhatian para pria dewasa itu terpaku padaku yang mengenakan baju yang berantakan bahkan robek. Membuatku kembali cemas. Hal ini dimanfaatkan Buna untuk melarikan diri. Mereka bukannya mengejar Buna malah mendekatiku. Aku berusaha tetap tidak panik, ''Terima kasih pak! Bapak pasti polisi yang disuruh kakak saya."
Entah mereka mendengar yang ku katakan atau tidak. Air liur mereka yang menetes membuatku yakin mereka juga akan berniat jahat padaku. Tanpa pikir panjang aku berlari sekencang mungkin.
"Hah hah hah..." Dengan napas terengah-engah aku terus berlari.
Aku mendengar suara mobil dari belakang. Saat aku menoleh, ternyata itu mobil Buna. Pasti para pria jahat itu yang mengendarainya. Percuma jika aku berlari menyelusuri jalan. Aku lalu berlari memasuki hutan.
Kepalaku pusing. Badanku sakit. Aku tidak peduli. Aku lari tanpa henti. Ranting-ranting pohon aku terjang. Tapi sesuatu memaksaku berhenti. Sebuah jurang ada di hadapanku. Di saat bersamaan kedua pria itu juga ada di belakangku, "Lebih baik sakit sedikit untuk kami nikmati. Daripada harus sakit banyak jika kamu terjun dari jurang."
Aku pasrah dan memejamkan mataku.
"Jiwa dan ragaku akan menderita selamanya jika aku menyerah begitu saja kepada kalian. Jika kalian mau menikmatiku maka nikmatilah mayatku." Ucapku lalu menerjunkan diri ke jurang.
"AAAKH..." Aku berteriak tanpa sadar.
Rasa sakit ini terus aku rasakan. Tubuhku terjatuh hingga dasar. Tapi aku belum juga mati.
Aku kesal dan marah, ''AAA...." Teriakku.
Kemudian ku menangis. Aku merangkak dengan tenaga tersisa. Aku masih bisa mendengar mereka berusaha menuruni jurang, beberapa batu terjatuh, "Ha ha ha!" Tawa mereka seakan senang dengan keadaanku yang terluka dan masih hidup.
Tiba-tiba aku mendengar suara yang lainnya. Bukan suara manusia.
TENG, TENG, TENG. Tapi itu seperti suara lonceng sekolah. Bagaimana bisa. Sekolahku jauh dari sini. Aku mencoba menoleh ke arah suara itu. Betapa kagetnya aku.
(Bersambung)
Buna mencoba menyembunyikan rasa takutnya, "Kalian pikir, aku percaya dengan pistol mainan itu!"
Aku berusaha membuat Buna melakukan apa yang mereka perintahkan, "Ini tempat sunyi. Mungkin benar mereka begal. Dokter biasa saja bisa mendapatkan senjata api. Pasti mereka juga bisa..."
"DIAMMM!!!" Teriak Buna membuatku menangis.
DOAAAR, suara pistol terdengar. Pria itu menembakannya ke langit. Membuat kami terkejut.
Buna lalu keluar dari mobil. Aku juga segera keluar.
Buna terlihat ketakutan. Dia merasakan apa yang kurasakan, "Ampun pak!!!"
Perhatian para pria dewasa itu terpaku padaku yang mengenakan baju yang berantakan bahkan robek. Membuatku kembali cemas. Hal ini dimanfaatkan Buna untuk melarikan diri. Mereka bukannya mengejar Buna malah mendekatiku. Aku berusaha tetap tidak panik, ''Terima kasih pak! Bapak pasti polisi yang disuruh kakak saya."
Entah mereka mendengar yang ku katakan atau tidak. Air liur mereka yang menetes membuatku yakin mereka juga akan berniat jahat padaku. Tanpa pikir panjang aku berlari sekencang mungkin.
"Hah hah hah..." Dengan napas terengah-engah aku terus berlari.
Aku mendengar suara mobil dari belakang. Saat aku menoleh, ternyata itu mobil Buna. Pasti para pria jahat itu yang mengendarainya. Percuma jika aku berlari menyelusuri jalan. Aku lalu berlari memasuki hutan.
Kepalaku pusing. Badanku sakit. Aku tidak peduli. Aku lari tanpa henti. Ranting-ranting pohon aku terjang. Tapi sesuatu memaksaku berhenti. Sebuah jurang ada di hadapanku. Di saat bersamaan kedua pria itu juga ada di belakangku, "Lebih baik sakit sedikit untuk kami nikmati. Daripada harus sakit banyak jika kamu terjun dari jurang."
Aku pasrah dan memejamkan mataku.
"Jiwa dan ragaku akan menderita selamanya jika aku menyerah begitu saja kepada kalian. Jika kalian mau menikmatiku maka nikmatilah mayatku." Ucapku lalu menerjunkan diri ke jurang.
"AAAKH..." Aku berteriak tanpa sadar.
Rasa sakit ini terus aku rasakan. Tubuhku terjatuh hingga dasar. Tapi aku belum juga mati.
Aku kesal dan marah, ''AAA...." Teriakku.
Kemudian ku menangis. Aku merangkak dengan tenaga tersisa. Aku masih bisa mendengar mereka berusaha menuruni jurang, beberapa batu terjatuh, "Ha ha ha!" Tawa mereka seakan senang dengan keadaanku yang terluka dan masih hidup.
Tiba-tiba aku mendengar suara yang lainnya. Bukan suara manusia.
TENG, TENG, TENG. Tapi itu seperti suara lonceng sekolah. Bagaimana bisa. Sekolahku jauh dari sini. Aku mencoba menoleh ke arah suara itu. Betapa kagetnya aku.
(Bersambung)
Posting Komentar
Posting Komentar