Cerpen Indonesia

Kumpulan Cerita Pendek dan Bersambung Yang Menarik Berbahasa Indonesia

Iklan Atas Artikel

Tempat Menyeramkan Yang Indah (Part 17)

Author
Published Selasa, Juli 24, 2018
Tempat Menyeramkan Yang Indah (Part  17)
Kata-kata Enja yang menyatakan dapat membunuh Padli tanpa menyentuhnya tentu membuatku takut apalagi saat Enja kembali bilang, “Ikutlah, aku akan tunjukan caranya!” Dia lalu menarik tanganku dan membawaku masuk ke dalam hutan. Itu membuatku semakin cemas dan berusaha melawan Enja tapi aku malah tidak berani dengannya. Seakan aku tidak sanggup melepaskan tanganku. Aku takut dia marah lalu berbuat kasar denganku.

Jadi aku mencoba membuat alasan, “Orang tuaku akan mencariku, Enja!”

Alangkah tercengangnya aku saat Enja menjawab, “Aku sudah hubungi Orang Tuamu untuk mengajakmu jalan-jalan setelah pulang Sekolah.”

Aku tidak menyangka Enja sudah mempersiapkan rencananya matang-matang untuk membunuhku, aku pun menangis.


Sampai di dalam hutan, Enja baru sadar aku menangis, “Kenapa air matamu menetes?”

Sambil mengusap air mata, aku menjawab, “Tidak apa Enja, ini cuma kelilipan. Lanjutkan yang ingin kamu lakukan. Membunuhku tanpa menyentuhku seperti yang kamu bilang.”

Enjat terlihat tidak suka dengan ucapanku, itu tambah membuatku semakin cemas, “Ku mohon, Enja! Bunuh aku secara halus jangan kasar.”

Enja kemudian berucap, “Malam setelah mengantarmu pulang. Aku singgah di sini untuk menikmati pemandangannya. Saat aku ingin kembali ke mobil. Aku tidak sengaja melihat Padli. Jadi aku kembali masuk ke hutan ini. Aku tidak menyangka Padli mengikutiku hingga ke dalam hutan. Dia memukuli badanku lalu membongkar isi tasku. Dia menemukan Botol Minuman yang dia pikir isinya minuman keras. Sebenarnya air di dalam botol itu aku ambil dari  sungai ini.”

Mendengar penjelasan Enja membuatku terkejut.

Tapi aku masih tidak percaya, “Masa cuma air sungai dapat membunuh Padli?”

Enja lalu menunjuk tanaman yang terletak di pinggir sungai, “Aku mengambil airnya di dekat tanaman itu. Aku baru tahu tanaman itu beracun setelah membaca buku tentang tanaman ketika sampai di rumah.”

Penjelasan Enja kali ini masuk dalam logika dan aku percaya serta akhirnya tahu bagaimana cara Enja membunuh tanpa menyentuh. Tapi itu membuatku tidak setuju dengan ucapan Enja, “Itu artinya Padli terbunuh karena perbuatannya sendiri. Bukan karena kamu. Jadi, jangan anggap dirimu telah membunuhnya.”

Enja tersenyum. Pasti dia senang karena aku berpihak padanya dan menganggapnya masih menjadi orang baik.

Aku lalu melihat di sekitarku. Hutan ini sangat sejuk apalagi ada sungai di depanku. Ditambah cahaya senja yang merangsek masuk dari sela-sela pepohonan. Sungguh sangat Indah. Membuatku amat menikmati suasana di sini. Aku tersenyum ke arah Enja, “Aku senang kamu menunjukan dan membawaku ke tempat seindah ini.”

Enja membalas senyumanku, “Membuatmu senang, juga membuatku senang.”

Aku tertawa kecil mendengar ucapan Enja yang ku rasa lucu.

Enja kemudian mengantarku pulang segera sebelum malam.

Keesokan harinya di Sekolah kembali heboh. Kali ini Miki yang tewas,membuat seisi Sekolah kembali menuduh Enja yang melakukannya. Hal itu membuatku cemas dan saat aku mencari Enja, dia malah tidak masuk sekolah dengan alasan Izin ada keperluan Keluarga. Padahal aku tahu hubungan Enja dengan keluarganya sedang buruk.

Ketidakhadiran Enja, membuat siswa dan siswi di Sekolah semakin menjadi-jadi menuduh Enja sebagai pembunuh berdarah dingin yang profesional hingga tidak ada satupun bukti pembunuhan mengarah padanya.

Setelah pulang Sekolah aku segera ke kantor Enja, saat aku masuk ke kantor Enja tiba-tiba perutku mules. Jadi aku ingin ke Toilet dulu, karyawati di sana menunjukan tempatnya kemudian pergi. Saat aku sudah selesai di Toilet dan ingin menuju ke ruangan Enja tiba-tiba saat di lorong, aku mendengar perbincangan kedua Karyawati. Aku sembunyi untuk mendengar apa yang mereka bicarakan secara diam-diam.

Salah satu Karyawati mencoba menahan temannya yang mencoba berhenti bekerja di Kantor Enja, “Kamu serius mau berhenti, apa tidak takut dengan cerita beberapa hari yang lalu tentang karyawati yang tewas setelah berhenti tanpa persetujuan Bos Enja dari kantor ini…”

Tanpa mendengar pembicaraan mereka sampai selesai aku segera pergi ke ruangan Enja. Aku amat emosi mendengar tentang semua hal yang tewas karena Enja dan itu menjadi membuatku mulai meragukan Enja.

Saat aku berada di ruangannya, Enja tidak ada, tapi justru suaranya yang ada. Seakan dia tahu bahwa aku meragukannya, “Kamu percaya aku membunuh orang?”

Suasana langsung mencekam seketika.

(Bersambung)

Posting Komentar