Tidak Cemburu Tapi Sayang (Part 15)
Di ruang tamu, ada tamu yang tiba-tiba datang.
"Aku ingin tahu keadaan istrimu bagaimana, jangan ditutup dulu pintunya!" Ucap tamu pria yang menahan tangan Sanja.
"Kamu mengenalnya, Lina?" Tanya Sanja dengan menyebut namaku. Seakan dia sengaja mengenalkanku dengan pria misterius ini.
"Aku tidak kenal. Tapi dia pria yang menolongku saat kamu tidak ada." Jawabku sambil tersenyum kepada pria itu.
"Aku cuma memastikan apa Lina masih syok?" Tanya pria itu ke aku.
"Sudah mendingan." Balasku sambil melihat ke arah Sanja yang tidak menunjukan rasa cemburu sama sekali.
"Dia bisa kamu harapkan Lina. Saat aku tidak ada." Ucap Sanja bikin aku syok kembali.
"Lain kali jaga Lina." Ucap pria itu kemudian pergi begitu saja.
"Terima kasih bantuannya." Ucap Sanja meski tidak dihiraukan.
"Pria itu menyukaimu. Aku bisa merasakannya." Ucap Sanja lagi bikin aku geregetan dan menarik kupingnya.
"Maaf...maaf." Ucap Sanja.
***
Sanja mengajakku bicara di ruang keluarga.
"Apa ini semacam rapat keluarga!" Sapaku cemas sambil membawakan kue dan teh hangat.
"Bukan. Aku merasakan. Jiwamu masih terguncang." Ucapannya benar. Kejadian tadi masih membuatku gemetar.
"Kamu yang tidak cemburu, yang membuatku ketakutan." Ucapku menyembunyikan yang menjadi beban pikiran sekaligus mengungkapkan perasaan.
"Maaf..." Balasnya.
"...Mengenai orang yang menyuruh penjahat itu aku sudah suruh Yena mengatasinya." Jelas Sanja.
Saat aku ingin tanya dia tahu dari mana, aku teringat Merpatinya, punya sifat alami menyampaikan pesan.
Aku mencicipi kue buatanku dan rasanya tidak enak. Segeraku mengambil piring kue di tangan Sanja takut dia tidak suka. Tapi ku terkejut.
"Kuenya mana?"
"Udah ku habiskan." Balas Sanja bikin aku tersenyum.
Di dalam kamar. Sanja berada satu ranjang denganku.
"Aku udah tidak datang bulan lagi Sanja." Ucapku memberitahu Sanja.
"Kamu mau aku ajak ke mana saat lebaran nanti." Balas Sanja.
"Apa kita akan bulan madu?" Tanyaku tapi tidak di jawab Sanja. Terlihat dia kelelahan.
"Aku heran denganmu. Kamu sudah punya segalanya, kenapa harus bersusah payah segala." Ucapku tidak suka dia berkerja sebagai buruh pabrik padahal dia sudah jadi pengusaha.
"Aku mendapatkan kekayaan ini tanpa kerja keras. Hanya pikiranku yang dikuras. Jadi yang aku alami sekarang sudah pantas."
Ucapan Sanja selalu bikin aku ngantuk.
***
Di hari lebaran. Aku dan Sanja pergi pulang kampung menemui orang tuaku. Di dalam perjalanan, aku kembali teringat masa lalu. Dulu sebelum menikah Sanja tidak pernah telat datang menolongku. Tapi kejadian malam tadi membuatku curiga dia menyembunyikan sesuatu.
"Sanja, kemampuan tidak alamimu itu. Apa sudah menghilang?"
"Iya, tadinya. Tapi setelah aku menahan nafsuku. Ia kembali lagi." Jawabnya bikin aku kesal.
"Kenapa kamu tidak melakukan hubungan suami istri saat itu padaku." Ucapku marah.
Sanja menghentikan mobilnya, jauh dari lampu lalu lintas.
"Buat apa kemampuan aneh itu Sanja. Aku mengingankan keturunan darimu. Agar keluarga kita lengkap." Aku meluapkan kekesalanku.
"Aku membutuhkannya. Untuk melindungimu dan orang lain." Balas Sanja membuatku menatapnya heran.
"Keluarlah dari mobil." Ucap Sanja bikin aku kaget.
"Kamu mengusirku?"
"Suruh pengendara motor di depan untuk menyingkir. Di belakang kita ada mobil truk yang remnya blong. Aku akan menghentikan lajunya dengan mobil ini." Ucap Sanja cepat.
Aku melihat ke belakang. Benar dari kejauhan ada truk yang melaju cepat. Dia dapat mengetahui tanpa melihat. Apa ini kemampuan yang dia maksud. Badanku gemetar.
"Lina, aku membutuhkanmu." Ucapan Sanja membuatku segera melakukan perintahnya.
"Kembalilah dengan selamat untukku." Ucapku kemudian langsung memberi tahu pengendara motor di depan untuk menjauh.
Semuanya menjauh. Tapi aku tidak. Jika Sanja dalam bahaya, akupun juga. Aku menatap ke arah mobil Sanja. Kami saling berpandangan.
Sanja tersenyum padaku. Kemudian dia memundurkan mobilnya.
BRAKKK.
Suara benturan keras terdengar. Mobil Sanja terbalik. Roda depan truk naik ke atas mobil. Keduanya terseret dan berhenti tepat di depanku.
Aku segera menundukan kepalaku. Di bawah di balik kaca depan mobil yang retak, terlihat Sanja dengan darah di kepalanya.
Aku tidak kuasa menahan air mataku.
"Teruslah hidup." Ucapan Sanja terdengar samar-samar di telingaku.
Puluhan orang yang ku suruh menjauh. Datang dan menarikku. Meski aku berontak, mereka berhasil menyelamatkanku dari ledakan itu dan memisahkan kami berdua.
TAMAT.
"Aku ingin tahu keadaan istrimu bagaimana, jangan ditutup dulu pintunya!" Ucap tamu pria yang menahan tangan Sanja.
"Kamu mengenalnya, Lina?" Tanya Sanja dengan menyebut namaku. Seakan dia sengaja mengenalkanku dengan pria misterius ini.
"Aku tidak kenal. Tapi dia pria yang menolongku saat kamu tidak ada." Jawabku sambil tersenyum kepada pria itu.
"Aku cuma memastikan apa Lina masih syok?" Tanya pria itu ke aku.
"Sudah mendingan." Balasku sambil melihat ke arah Sanja yang tidak menunjukan rasa cemburu sama sekali.
"Dia bisa kamu harapkan Lina. Saat aku tidak ada." Ucap Sanja bikin aku syok kembali.
"Lain kali jaga Lina." Ucap pria itu kemudian pergi begitu saja.
"Terima kasih bantuannya." Ucap Sanja meski tidak dihiraukan.
"Pria itu menyukaimu. Aku bisa merasakannya." Ucap Sanja lagi bikin aku geregetan dan menarik kupingnya.
"Maaf...maaf." Ucap Sanja.
***
Sanja mengajakku bicara di ruang keluarga.
"Apa ini semacam rapat keluarga!" Sapaku cemas sambil membawakan kue dan teh hangat.
"Bukan. Aku merasakan. Jiwamu masih terguncang." Ucapannya benar. Kejadian tadi masih membuatku gemetar.
"Kamu yang tidak cemburu, yang membuatku ketakutan." Ucapku menyembunyikan yang menjadi beban pikiran sekaligus mengungkapkan perasaan.
"Maaf..." Balasnya.
"...Mengenai orang yang menyuruh penjahat itu aku sudah suruh Yena mengatasinya." Jelas Sanja.
Saat aku ingin tanya dia tahu dari mana, aku teringat Merpatinya, punya sifat alami menyampaikan pesan.
Aku mencicipi kue buatanku dan rasanya tidak enak. Segeraku mengambil piring kue di tangan Sanja takut dia tidak suka. Tapi ku terkejut.
"Kuenya mana?"
"Udah ku habiskan." Balas Sanja bikin aku tersenyum.
Di dalam kamar. Sanja berada satu ranjang denganku.
"Aku udah tidak datang bulan lagi Sanja." Ucapku memberitahu Sanja.
"Kamu mau aku ajak ke mana saat lebaran nanti." Balas Sanja.
"Apa kita akan bulan madu?" Tanyaku tapi tidak di jawab Sanja. Terlihat dia kelelahan.
"Aku heran denganmu. Kamu sudah punya segalanya, kenapa harus bersusah payah segala." Ucapku tidak suka dia berkerja sebagai buruh pabrik padahal dia sudah jadi pengusaha.
"Aku mendapatkan kekayaan ini tanpa kerja keras. Hanya pikiranku yang dikuras. Jadi yang aku alami sekarang sudah pantas."
Ucapan Sanja selalu bikin aku ngantuk.
***
Di hari lebaran. Aku dan Sanja pergi pulang kampung menemui orang tuaku. Di dalam perjalanan, aku kembali teringat masa lalu. Dulu sebelum menikah Sanja tidak pernah telat datang menolongku. Tapi kejadian malam tadi membuatku curiga dia menyembunyikan sesuatu.
"Sanja, kemampuan tidak alamimu itu. Apa sudah menghilang?"
"Iya, tadinya. Tapi setelah aku menahan nafsuku. Ia kembali lagi." Jawabnya bikin aku kesal.
"Kenapa kamu tidak melakukan hubungan suami istri saat itu padaku." Ucapku marah.
Sanja menghentikan mobilnya, jauh dari lampu lalu lintas.
"Buat apa kemampuan aneh itu Sanja. Aku mengingankan keturunan darimu. Agar keluarga kita lengkap." Aku meluapkan kekesalanku.
"Aku membutuhkannya. Untuk melindungimu dan orang lain." Balas Sanja membuatku menatapnya heran.
"Keluarlah dari mobil." Ucap Sanja bikin aku kaget.
"Kamu mengusirku?"
"Suruh pengendara motor di depan untuk menyingkir. Di belakang kita ada mobil truk yang remnya blong. Aku akan menghentikan lajunya dengan mobil ini." Ucap Sanja cepat.
Aku melihat ke belakang. Benar dari kejauhan ada truk yang melaju cepat. Dia dapat mengetahui tanpa melihat. Apa ini kemampuan yang dia maksud. Badanku gemetar.
"Lina, aku membutuhkanmu." Ucapan Sanja membuatku segera melakukan perintahnya.
"Kembalilah dengan selamat untukku." Ucapku kemudian langsung memberi tahu pengendara motor di depan untuk menjauh.
Semuanya menjauh. Tapi aku tidak. Jika Sanja dalam bahaya, akupun juga. Aku menatap ke arah mobil Sanja. Kami saling berpandangan.
Sanja tersenyum padaku. Kemudian dia memundurkan mobilnya.
BRAKKK.
Suara benturan keras terdengar. Mobil Sanja terbalik. Roda depan truk naik ke atas mobil. Keduanya terseret dan berhenti tepat di depanku.
Aku segera menundukan kepalaku. Di bawah di balik kaca depan mobil yang retak, terlihat Sanja dengan darah di kepalanya.
Aku tidak kuasa menahan air mataku.
"Teruslah hidup." Ucapan Sanja terdengar samar-samar di telingaku.
Puluhan orang yang ku suruh menjauh. Datang dan menarikku. Meski aku berontak, mereka berhasil menyelamatkanku dari ledakan itu dan memisahkan kami berdua.
TAMAT.
Posting Komentar
Posting Komentar