Kehilangan Sesuatu Yang Tidak Ada (Part 20)
Mawa terlihat menanggapi positif tentang Yupi yang tidak bisa menyentuh sosok yang disebut Malaikat Hitam, "Melihat dia dapat mengalahkan Pria itu dengan cepat, bukan sesuatu yang mustahil jika Yupi tidak dapat menyentuhnya, itu mungkin karena gerakannya yang sangat cepat juga."
Meski janggal, tapi kami terpaksa harus menerimanya secara akal sehat. Lalu Yupi memberikan sesuatu ke kami, "Ini nomor kontak Malaikat Maut itu. Jika butuh bantuan, kirim pesan saja ke dia. Curahkan hatimu tentang seseorang yang menyakitimu, jika dia memilihmu, dia akan membalaskan dendam untuk kamu."
Setelah mendengar penjelasan Yupi, aku lalu melihat ke arah Mawa, karena ini sesuai dengan kondisinya, "Kamu membutuhkannya kan Mawa, karena kamu gadis dan tidak mungkin melawan laki-laki yang mengancammu. Maka sosok Malaikat Maut akan menggantikanmu melawan laki-laki itu."
Walaupun ragu, tapi Mawa tetap mengambil nomor Malaikat Hitam itu.
Kami bertiga lalu berpisah dan berjanji merahasiakan semua ini.
Ke esokan harinya, aku mendengar kabar yang mengejutkan. Enja dikatakan telah keluar dari Sekolah. Itu tentu membuatku sedih, tapi aku terpaksa menyembunyikan kesedihanku karena memang kami sepakat merahasiakan hubungan kami.
Setelah pulang Sekolah aku langsung menuju rumah Enja yang tidak jauh dari Sekolah.
Sesampainya di sana, aku terkejut dengan rumah Enja yang nampak tidak terurus. Rerumputan liar tumbuh tinggi di halaman rumahnya. Kaca rumah terlihat berdebu. Dan cat dinding rumah terlihat memudar. Seakan rumah ini lama tidak dihuni. Padahal rasanya baru beberapa hari lalu aku ke sini dan terlihat bagus tapi sekarang berubah drastis. Terlihat sangat seram.
Aku tetap melanjutkan mengetuk pintu, "Enja... Ini aku Huja!..."
Tapi tidak ada jawaban dari dalam rumah. Meski berkali-kali aku memanggilnya. Justru terdengar suara-suara aneh dari luar rumah tepatnya di balik pepohonan yang mengelilingi area rumah, "Srekkk...srekkk..."
Itu membuatku semakin cemas dan dengan keras aku mengendor-ngendor pintu, "Tok...Tok..."
Sambil berteriak, "Enja, cepat buka pintunya. Aku takut..."
Malah suara aneh semakin jelas terdengar, ''Srekkk...Srek..."
Seperti ada seseorang yang berjalan mondar-mandir, dari balik semak-semak dan pepohonan sambil memperhatikanku.
Dengan cepat aku berlari pergi, "Aaakh..."
"Brakkk..." Aku menabrak seseorang saat baru keluar dari hutan. Membuatku semakin takut dan memejamkan mata.
Terdengar suara, "Kamu tidak apa-apa?" Suara laki-laki, bukan hantu yang seperti ku duga.
Dengan cemas aku membuka mataku perlahan-lahan. Dan aku terkejut, itu bukan Enja, tapi sosok kakek-kakek tua, "Kamu baru saja datang dari rumah tengah hutan itu?"
Aku menjawabnya dengan ragu, "Iya!"
Kemudian kakek itu berucap, "Rumah itu pernah mengalami perampokan!"
Aku terkejut, "Apa Enja ikut tewas di rumah itu?" Tanyaku cemas karena terakhir aku melihat Enja, dia menuju kuburan.
(Bersambung)
Meski janggal, tapi kami terpaksa harus menerimanya secara akal sehat. Lalu Yupi memberikan sesuatu ke kami, "Ini nomor kontak Malaikat Maut itu. Jika butuh bantuan, kirim pesan saja ke dia. Curahkan hatimu tentang seseorang yang menyakitimu, jika dia memilihmu, dia akan membalaskan dendam untuk kamu."
Setelah mendengar penjelasan Yupi, aku lalu melihat ke arah Mawa, karena ini sesuai dengan kondisinya, "Kamu membutuhkannya kan Mawa, karena kamu gadis dan tidak mungkin melawan laki-laki yang mengancammu. Maka sosok Malaikat Maut akan menggantikanmu melawan laki-laki itu."
Walaupun ragu, tapi Mawa tetap mengambil nomor Malaikat Hitam itu.
Kami bertiga lalu berpisah dan berjanji merahasiakan semua ini.
Ke esokan harinya, aku mendengar kabar yang mengejutkan. Enja dikatakan telah keluar dari Sekolah. Itu tentu membuatku sedih, tapi aku terpaksa menyembunyikan kesedihanku karena memang kami sepakat merahasiakan hubungan kami.
Setelah pulang Sekolah aku langsung menuju rumah Enja yang tidak jauh dari Sekolah.
Sesampainya di sana, aku terkejut dengan rumah Enja yang nampak tidak terurus. Rerumputan liar tumbuh tinggi di halaman rumahnya. Kaca rumah terlihat berdebu. Dan cat dinding rumah terlihat memudar. Seakan rumah ini lama tidak dihuni. Padahal rasanya baru beberapa hari lalu aku ke sini dan terlihat bagus tapi sekarang berubah drastis. Terlihat sangat seram.
Aku tetap melanjutkan mengetuk pintu, "Enja... Ini aku Huja!..."
Tapi tidak ada jawaban dari dalam rumah. Meski berkali-kali aku memanggilnya. Justru terdengar suara-suara aneh dari luar rumah tepatnya di balik pepohonan yang mengelilingi area rumah, "Srekkk...srekkk..."
Itu membuatku semakin cemas dan dengan keras aku mengendor-ngendor pintu, "Tok...Tok..."
Sambil berteriak, "Enja, cepat buka pintunya. Aku takut..."
Malah suara aneh semakin jelas terdengar, ''Srekkk...Srek..."
Seperti ada seseorang yang berjalan mondar-mandir, dari balik semak-semak dan pepohonan sambil memperhatikanku.
Dengan cepat aku berlari pergi, "Aaakh..."
"Brakkk..." Aku menabrak seseorang saat baru keluar dari hutan. Membuatku semakin takut dan memejamkan mata.
Terdengar suara, "Kamu tidak apa-apa?" Suara laki-laki, bukan hantu yang seperti ku duga.
Dengan cemas aku membuka mataku perlahan-lahan. Dan aku terkejut, itu bukan Enja, tapi sosok kakek-kakek tua, "Kamu baru saja datang dari rumah tengah hutan itu?"
Aku menjawabnya dengan ragu, "Iya!"
Kemudian kakek itu berucap, "Rumah itu pernah mengalami perampokan!"
Aku terkejut, "Apa Enja ikut tewas di rumah itu?" Tanyaku cemas karena terakhir aku melihat Enja, dia menuju kuburan.
(Bersambung)
Posting Komentar
Posting Komentar