Cerpen Indonesia

Kumpulan Cerita Pendek dan Bersambung Yang Menarik Berbahasa Indonesia

Iklan Atas Artikel

Tuntutan Sulit Dari Orang Tua (Part 21)

Author
Published Minggu, September 02, 2018
Tuntutan Sulit Dari Orang Tua (Part 21)
Entah aku harus bingung atau gimana? Terjadi perampokan di rumah Enja. Tapi Enja tidak ditemukan hanya ada darah yang berceceran di beberapa sudut rumah dan barang-barang yang berantakan. Begitu penjelasan Kakek yang ku temui di dekat rumah Enja.

Saat aku pergi dengan putus asa. Kakek itu memanggilku, "Hei, Cucu..."
Aku menengok ke belakang dan dia bilang, "Maafkan kami, tidak bisa menolong dia saat terjadi perampokan. Rumahnya yang jauh dari pemukiman warga membuat kami kesulitan mengetahui yang terjadi secara cepat."
Aku membalasnya sambil tersenyum, "Gak apa-apa kek. Aku yakin dia masih hidup. Karena jasadnya pun tidak ditemukan."

Sampai di rumah, perasaanku masih campur aduk. Apalagi saat Ibuku bertanya, "Kenapa Enja sekarang jarang kelihatan?"
Aku bingung harus jawab apa, jadi ku menjawabnya asal, "Tidak tahu Bu!" Jawabku sambil emosi.
Dan Ayah yang mendengar langsung memarahiku, "Ayah tidak suka dengan cowok yang tidak serius. Jika dia tidak ada kabar, tinggalkan!"
Aku yang tidak mau kehilangan Enja segera berucap, "Aku akan bawa Enja ke sini, Ayah! Bersabarlah."

Semenjak ketidak hadiran Enja, aku dilarang keluar rumah saat malam hari. Tapi ketika mendengar kabar di Tv tentang Malaikat Hitam yang sedang beradu cepat dengan Kepolisian untuk menangkap pelaku penganiayaan perempuan, aku mencoba diam-diam keluar rumah untuk menuju lokasi yang tidak jauh dari tempatku berada. Aku sangat yakin dia yang disebut Malaikat Hitam itu, iyalah Enja. Ku berharap bisa menemuinya.

Ketika aku melewati Gang sempit, hal yang tidak ku harapkan terjadi. Ada seseorang Pria bertubuh kekar di hadapanku sambil menatapku tajam. Saat aku berbalik arah, ada dua Pria lagi di belakangku. Kemudian yang di depan bicara, "Kamu tidak bisa lari, cantik. Jadi hiburlah kami."
Aku sangat kesal dan juga menyesal. Hingga berlutut dan memukul-mukul tanah, "Sial-sial, aku benci. Kenapa harus dilahirkan lemah." Teriakku pasrah dan memarahi diriku sendiri.

Mereka bertiga semakin mendekat. Aku tahu, aku tidak sedang berada di dalam cerita-cerita romantis pada umumnya yang akan ada seseorang ku suka datang menolongku. Jadi aku tidak bisa berharap banyak. Tapi jika aku diam, aku akan tamat. Jikaku melawan, tetap sama saja. Aku kalah kuat dari mereka.

Entah aku gila atau bagaimana! Aku seakan melihat penampakan wajah Enja yang terbentuk di tanah kering. Aku mencekramnya kesal. Aku benci Enja. Tapi ku tidak sadar, itu membuatku menggenggam debu tanah. Sekilas aku punya ide. Segeraku lemparkan debu itu tepat ke wajah pria yang di depanku. Seperti perkiraanku, Pria itu memegangi matanya sambil kesakitan. Aku segera menerobos di sisinya yang terdapat sedikit celah. Saatku berhasil lolos, aku terus berlari.

Baru saja keluar dari gang. Aku dihadapkan dengan sosok yang membuatku terkejut. Seseorang yang mengenakan jubah hitam dan tudung kepala yang membuat wajahnya tampak tenggelam di kegelapan. Itu sudah membuatku takut, apalagi ketika melihat kedua tangannya yang berlumuran darah, membuatku ingin segera pergi jauh dari sana. Tapi entah kenapa tubuhku kaku dan tidak bisa digerakan.

(Bersambung)

Posting Komentar